PENDIDIKAN AQIDAH,
IBADAH DAN UMUM
I.
PENDAHULUAN
Pendidikan
merupakan suatu kebutuhan dan kewajiban semua insan. Didalamnya terdapat
berbagai unsur, diantaranya para pendidik dan peserta didik yang potensinya
harus senantiasa dikembangkan kearah yang lebih baik dan optimal.
Al-qur’an dengan tegas menguraikan arti
penting ilmu pengetahuan bagi
kepentingan dan kelangsungan hidup manusia. Maka tidak diragukan lagi
ayat-ayatnya sebagian besar berbicara mengenai dasaar-dasar kependidikan dalam
arti luas melalui ayat-ayat seperti inilah, nabi muhammad SAW menjabarkannya
dalam seluruh aspek kehidupan beliau berkaitan dengan aktivitas pendidikan yang
dilakukannya kepada umatnya.
Maka
dalam makalah ini akan sedikit menjelaskan hadits-hadits tentang materi
pendidikan yang tercantum dalam rumusan masalah dibawah ini.
II.
RUMUSAN
MASALAH
A.
Hadits tentang pendidikan Aqidah
B.
Hadits tentang pendidikan Ibadah
C.
Hadits tentang pendidikan
Baca Tulis, Renang, Memanah dan Ekononi
III. PEMBAHASAN
A.
Pendidikan Aqidah
عن عبيد الله بن
أبي رافع عن أبيه قال رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم أذن في أذن الحسن بن
علي حين ولدته فاطمة باالصللة ( رواه
ابو داوودد )
Artinya:
Dari Ubaidillah bin Abi Rofi’ dar ayahnya berkata, saya melihat Rasulullah SAW
mengadzani pada telinga Hasan bin Ali ketika Fatimah melahirkannya seperti
adzan shalat. (HR. Abu Dawud)
Maksud
dari hadits diatas adalah ketika bayi lahir kemudian ditelinganya
dikumandangkan adzan dan iqomat, berati pendidikan pertama begitu anak lahir
ialah diperkenalkan kalimat tauhid ditelinga bayi. Ditelinga kanan
dikumandangkan adzan dan ditelinga kirinya dikumandangkan iqomat. Dengan
memperdengarkan adzan dan iqomat (akidah telah dimulai sebelum bayi mendengar
suara dan ucapan lain, terlebih dahulu diperdengarkan kalimat tauhid, sehingga
akan teringat kembali pada ikrar tauhidnya yang dilakuakan sebelum dilahirkan
ke dunia. Dengan demikian dapat diharapkan fitrah islamiyahnya yang dibawa
semenjak lahir itu akan terselamatkan dengan baik.[1]
Akidah
dalam ajaran islam merupakan dasar bagi segala tindakan muslim agar tidak
terjerumus kedalam perilaku-perilaku syirik. Syirik disebut kezaliman karena
perbuatan itu menempatkan ibadah tidak pada tempatnya dan memberikannya kepada
yang tidak berhak menerimanya. Oleh karena itu, seorang muslim yang baik akan
menjaga segala perbuatannya dari hal-hal yang berbau syirik, baik syirik kecil
maupun syirik besar. Orang yang memiliki aqidah benar, ia akan mampu
mengimplementasikan tauhid itu dalam bentuk akhlak yang mulia (al-akhlak
al-karimah).[2]
Dengan
aqidah islam, muncul kesedian untuk menaati ajaran agama. Tanpa aqidah yang
benar kiranya sulit muncul kesadaran untuk melaksanakan ajaran agama. Oleh
sebab itu mempelajari aqidah amat besar manfaatnya, antara lain sebagai
berikut.
1.
dapat
memperoleh petunjuk hidup yang benar, sesuai kehendak Allah yang telah mencipta
alam semesta, termasuk diri kita sendiri.
2.
selamat
dari pengaruh kepercayaan lain yang akan membawa kerusakan hidup yang jauh dari
kebenaran.
3.
memperoleh
ketentraman dan kebahagian hidup yang hakiki karena memiliki hubungan batin
yang dekat dengan Allah.
4.
tidak
mudah terpengaruh kemewahan hidup di dunia karena kehidupan yang kekal adalah
kehidupan di akhirat kelak
5.
mendapat
jaminan masuk surga dan selamat dari neraka apabila benar-benar berpegang teguh
pada akidah islam secara sempurna.[3]
B.
Pendidikan Ibadah
عن عمرو بن شعيب عن أبيه عن جده قال قال رسول
الله صلى الله عليه وسلم مروا أولادكم بالصلاة وهم أبناء سبع سنين واضربوهم عليها
وهم أبناء عشر وفرقوا بينهم في المضاجع (رواه ابوداود)
Artinya: Dari
Amr bin Syuaib dari ayahnya dari kakeknya berkata, bersabda Rasulullah SAW:
Perintahlah anak-anakmu untuk shalat ketika mereka sudah berusia tujuh tahun
dan pukullah mereka ketika mereka sudah berumur sepuluh tahun dan pisahkanlah
mereka dari tempat tidur. (HR. Abu Dawud).
Berdasarkan riwayat di atas, batas usia
kanak-kanak itu dapat dikelompokkan menjadi:
1.
Usia 0-2 tahun. Pada
usia seperti ini baik dilihat dari segi jasmani maupun rohani, anak masih
lemah, sehingga dalam perkembangan biologisnya pun ia masih bergantung pada
suplai makanan yang berasal dari air susu ibu (ASI). Oleh sebab itu, tidak
heran jika dalam salah satu firman-Nya Allah menganjurkan para ibu untuk
menyusui anaknya selama dua tahun penuh. Upaya tersebut tidak hanya baik
ditinjau dari aspek jasmani sebagaimana dijelaskan para pakar kesehatan, namun
justru yang paling penting adalah perasaan kasih sayang yang diperoleh anak
karena pelukan sang ibu ketika menyusui.
2.
Usia 2-7 tahun. Pada usia seperti ini, anak sudah
mampu berjalan dan senang bermain. Dalam hal ini, Nabi memberi petunjuk agar
tidak mengganggu kesenangan anak-anak yang sedang bermain. Kenyataan tersebut
dapat terlihat dari sikap Nabi terhadap kedua cucunya yang ketika beliau sujud
dalam sebuah shalat, kedua cucunya itu naik di atas pundaknya seraya menjadikan
Nabi seperti seekor kuda. Nabi yang sedang shalat sekalipun tidak memarahinya,
malah beliau memanjangkan sujudnya, hingga Hasan dan Husain merasa puas.
3.
Usia 7-10 tahun.
Sebagaimana disebutkan di atas ketika anak sudah memasuki usia tujuh tahun, ada
suatu kewajiban orang tua agar mulai memerintahkan mereka untuk melakukan
shalat. Secara tersirat, perintah tersebut menunjukkan bahwa pada usia ini anak
sudah memiliki kemampuan untuk menghafal bacaan-bacaan tertentu dan melakukan
sesuatu yang bersifat fisik.
4.
Usia 10- Ihtilam. Pada usia seperti ini, orang
tua diharuskan memberi sanksi yang bersifat fisik ketika anaknya tidak mau
mengerjakan shalat. Secara tersirat, perintah tersebut menunjukkan bahwa pada
usia ini anak sudah siap menerima sanksi dalam bentuk fisik. Dari sini pula
dapat dicermati bahwa orang tua belum diperkenankan melakukan pendidikan dengan
sanksi fisik ketika anaknya belum memasuki usia 10 tahun. Pada usia-usia
seperti ini anak belum siap, sehingga jika hal itu dilakukan malah akan
menjadikan anak memiliki trauma yang membekasdalam jiwanya.
Akan tetapi, kenyataan tersebut tidak
serta merta dijadikan alasan bolehnya melakukan tindak kekerasan pada anak-anak
yang membangkang. Sebab dalam hadits
tersebut hanya disebutkan, orang tua boleh memukul anaknya. Dalam hal ini,
hadits tersebut tidak menyebutkan kualitas pukulan yang dikenakanpada anaknya
itu, namun jika kita mencoba menghubungkan dengan kondisi sikap orang tua
terhadap anaknya sebelum memasuki usia tujuh tahun, akan terlihat bahwa hukuman
itu pun harus diberikan secara bertahap, sebab fisik anak itu sendiri berkembang
secara bertahap.
Di samping itu, kata fadhrib,dalam hadits ini di satu sisi
mengandung arti memukul, namun di sisi lain kata ini pun sering diartikan
secara majazi (dengan sikap tegas), yang dengan demikian, ketika anak mulai
masuk usia sepuluh tahun, orang tua mulai bisa menerapkan kedisiplinan pada
anak-anaknya, yakni dengan memberikan berbagai macam tugas yang tidak hanya
dibarengi dengan ganjaran tetapi pula dengan hukuman.
Di samping itu, orang tua pun harus
mulai mengajarkan kepada anak-anaknya akan hal-hal yang berkaitan dengan
kemandirian. Kenyataan ini bisa dilihat dari diharuskannya orang tua
membiasakan anaknya untuk tidak tidur bersama orang tuanya. Bahkan ketika
memasuki usia tersebut, orang tua pun dituntut untuk mengajari anak-anaknya akan
hal yang berhubungan dengan peran sebagai seorang pria atau sebagai seorang
perempuan, sehingga orang tua harus memisahkan antara kamar anak perempuan
dengan kamar anak laki-laki.[4]
Dalam kondisi yang memungkinkan,
anak-anak yang sudah menginjak usia seperti itu dibiasakan untuk tidur ditempat
tidur sendiri-sendiri, terpisah antara laki-laki dengan perempuan. Pembiasan
seperti ini diharapkan akan memberikan pengertian tentang perbedaan jenis
kelanin dalam rumah tangga. Pemahaman ini sangat penting dalam upaya menanamkan
pendidikan seks, karena kematangan seksual pada periode ini mulai mempengaruhi
para remaja. Perilaku seks yang menyimpang, salah satu penyebabnya adalah
faktor keturunan. Namun selain itu juga disebabkan oleh kondisi lingkungan dan
pendidikan di rumah tangga.
Pembiasan yang bersifat preventif
dalam pendidikan keluarga yang berkaitan dengan tingkah laku seksual seperti itu,
paling tidak diharapkan akan berpengaruh bagi pembentukan kepribadian remaja.[5]
C.
Pendidikan Baca Tulis, Renang, Memanah dan
Ekononi
عن أبى رافع قال قالت يارسول
الله أللولد علينا حق كحقنا عليهم قال نعم حق الولد على الوالد أن يعلمه الكتابه
والسباحة واالرمى وان يورثه طببا (هذا حديث ضعيف عيسى بن ابراهم الهاشمي هذا من
شيوخ بقية منكر الحديث ضعيفة يحي بن معين والبخاري وغيرهما)(رواه البيههقيي)
Artinya: Dari Abi Rofi’ berkata, saya berkata:
Hai Rasulullah apakah anak memiliki hak atas kita sebagaimana hak kita atas
mereka. Rsulullah SAW menjawab: Ya, kewajiban orang tua terhadap anaknya adalah
mengajarkannya menulis, berenang, memanah dan mewariskan kebaikan. (HR.
Baihaqi)
Maksud dari
hadits diatas adalah anak itu mempunyai hak terhadap orang tua sebagaimana
orang tua mempunyai hak terhadap anak. Hak anak terhadap orang tua yaitu, orang
tua wajib mengajarkan anaknya dengan apa yang ia miliki. Seperti mengajarkan
menulis, berenang, memanah dan juga mewariskan kebaikan (ekonomi).
Dengan membaca seseorang tidak saja tercelik dan
jadi semakin bijak. Tetapi juga dapat memetik hikmah dan manfaat berbagai
refernsi. Oleh karena itu, reading habit (kebiasaan membaca) haruslah
ditanamkan pada anak sejak dini. Ada beberapa pakar ilmu pengetahuan
menganjukan, kebiasaan membaca sudah bisa ditanamkan sejak si jabang bayi masih
dalam kandungan ibunya. Pada saat ini ibu perlu membacakan cerita bagi si
jabang bayi, sambil berkomunikasi dengannya.[6]
Tubuh manusia tidak dapat dipisahkan dengan akal
maupun rohani oleh karena itu islam menganjurka agar melakukan pembianaan
jasmani dan rohanianat serta menjaga keseimbangan antar keduannya. Oleh karena
itu, didalam tahun pertama kehidupannya anak harus memiliki kebebasan penuh
dalam berolahraga dan bermain. Olahraga dan bermain merupakan sarana untuk
memperkuat dan membantu pertumbuhan jasmani, menjaga kesehatan, serta
membangkitkan semangat.[7]
Rasulullah bersabda : “ mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh
allah daripada mukmin yang lemah. Dalam segalanya ia lebih baik. “(Hadits
HR.Muslim)”.
Pengertian kuat dalam hadits diatas dalam segala
yang positif tentunya baik dalam bidang duniawiyah maupun ukrawiyah, termasuk
juga kuat dalam hal jasmaniah. Bagaiman caranya supaya jasmaniah kita kuat?
Dengan beolahraga. Ada banyak jenis olahraga yng dianjurkan rasulullah misalnya
: berenang, memanah dan naik kuda. Tentu saja olahraga apapun boleh, asalkan
bermanfaat, sesuai kemampuan, dan sesuai syariat islam.[8]
Islam adalah harta dan warisan yang paling berharga
serta tiada ternilai dalam hidup ini. Setiap orangtua harus berupaya agar islam
tetap ada, tumbuh dan berkembang pada dirinya, keluarga, anaknya, bahkan sampai
keturunannya terus-menerus.
IV. KESIMPULAN
A. Akidah adalah beberapa perkara yang
wajib diyakini kebenarannya oleh hatimu, mendatangkan ketentraman jiwa, menjadi
keyakinan yang tidak bercampur sedikitpun dengan keragu-raguan. berati
pendidikan pertama begitu anak lahir ialah diperkenalkan kalimat tauhid
ditelinga bayi.
B. Berdasarkan riwayat di atas, batas usia
kanak-kanak itu dapat dikelompokkan menjadi:
1. Usia
0-2 tahun. Pada usia seperti ini baik dilihat dari
segi jasmani maupun rohani, anak masih lemah, sehingga dalam perkembangan
biologisnya pun ia masih bergantung pada suplai makanan yang berasal dari air
susu ibu (ASI).
2. Usia
2-7 tahun.
Pada usia seperti ini, anak sudah mampu berjalan dan senang bermain. Dalam hal
ini, Nabi memberi petunjuk agar tidak mengganggu kesenangan anak-anak yang
sedang bermain.
3. Usia
7-10 tahun. Sebagaimana disebutkan di atas ketika anak
sudah memasuki usia tujuh tahun, ada suatu kewajiban orang tua agar mulai
memerintahkan mereka untuk melakukan shalat.
4. Usia
10- Ihtilam.
Pada usia seperti ini, orang tua diharuskan memberi sanksi yang bersifat
fisik ketika anaknya tidak mau mengerjakan shalat.
C.
Maksud
dari hadits diatas adalah anak itu mempunyai hak terhadap orang tua sebagaimana
orang tua mempunyai hak terhadap anak. Hak anak terhadap orang tua yaitu, orang
tua wajib mengajarkan anaknya dengan apa yang ia miliki. Seperti mengajarkan
menulis, berenang, memanah dan juga mewariskan kebaikan (ekonomi).
DAFTAR PUSTAKA
Adib Al-Arif,
Ahmad. 2009. Akidah Akhlak. Semarang
: CV. Anelka Ilmu
Mansur.
2005. Pendidikan Anak Usia Dini Dalam Islam. Yogyakarta
: Pustaka Pelajar
Jalaluddin. 2003.
Teologi Pendidikan. Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada.
Mubarok, Zaky. 1998. Akidah Islam. Yogyakarta : UII Press.
Muhtar, Heri Jauhari. 2005. Fiqh Pendidikan. Bandung :
PT. Remaja Rosda Karya.
Nurwadjah, Ahmad. 2007. Tafsir ayat-ayat Pendidikan:
Hati yang Selamat Hingga Kisah Luqman.
Bandung: MARJA.
Syarif
Putra, R. Masri. 2008. Menumbuhkan Minat
Baca Anak. Jakarta : PT. Macanan Jaya Cemerlang.
[1] Dr.
Mansur MA, Pendidikan Anak Usia Dini Dalam Islam, (Yogyakarta : Pustaka
Pelajar, 2005) hlm 170
[4]
Nurwadjah Ahmad,E.Q, Tafsir ayat-ayat
Pendidikan: Hati yang Selamat Hingga Kisah Luqman, (Bandung: MARJA, 2007), hlm.
23-24.
[5]
Jalaluddin, Teologi Pendidikan, (Jakarta:
PT.RajaGrafindo Persada, 2003), hlm. 180.
[6] R.
Masri Syarif Putra, Menumbuhkan Minat Baca Anak, (Jakarta : PT. Macanan
Jaya Cemerlang, 2008), hlm 1
[7] Dr. Mansur MA, Op Cit, hlm 167
[8]
Drs. Heri Jauhari Muhtar, Fiqh Pendidikan, (Bandung : PT Remaja Rosda Karya,
2005)hlm 104
0 komentar:
Posting Komentar