Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

About

3 Jun 2011

IAD

ILMU PENGETAHUAN ALAM

I. PENDAHULUAN
Alhamdulillah puji syukur atas segala nikmat yang telah Allah berikan kepada kami, shalawat serta salam tidak lupa kami haturkan kepada junjungan Nabi agung Muhammad SAW yang kita nanti-nantikan Syafa’atnya di dunia maupun di akhirat kelak, Amien.
Pada makalah ini, kami akan membahas tentang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Yaitu suatu pengetahuan teoritis yang di peroleh/disusun dengan cara khusus yaitu dengan Metode Ilmiah. Adapun uraian lebih lengkapnya mengenai Ilmu Pengetahuan Alam, akan di bahas selanjutnya dalam makalah ini.

II. RUMUSAN MASALAH
A. Sebab-sebab lahirnya Ilmu Pengetahuan
B. Perbedaan IPA klasik dan modern
C. Metode Ilmiah
D. Peran Matematika dalam kehidupan manusia

III. PEMBAHASAN
A. Sebab-sebab lahirnya Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan alam atau sains (science) diambil dari kata latin Scientia yang arti harfiahnya adalah pengetahuan, tetapi kemudian berkembang menjadi khusus Ilmu Pengetahuan Alam atau Sains.
Adanya Ilmu Pengetahuan Alam dimulai pada saat manusia memperhatikan gejala-gejala alam, mencatatnya dan kemudian mempelajarinya. Pengetahuan yang didapat mula-mula terbatas pada hasil pengamatan terhadap gejala alam yang ada. Kemudian makin bertambahnya pengetahuan, manusia akhirnya dapat melakukan eksperimen untuk membuktikan dan mencari kebenaran dari suatu pengetahuan. Setelah manusia mampu memadukan kemampuan penalaran dan eksperimen maka lahirlah Ilmu Pengetahuan Alam.
Ilmu Pengetahuan Alam (sains) sebagai proses merupakan langkah-langkah yang ditempuh para ilmuwan untuk melakukan penyelidikan dalam rangka mencari penjelasan tentang gejala-gejala alam. Langkah tersebut adalah merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, merancang eksperimen, mengumpulkan data, menganalisis dan akhimya menyimpulkan.
IPA membahas tentang gejala-gejala alam yang disusun secara sistematis yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan oleh manusia. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Powler bahwa IPA merupakan ilmu yang berhubungan dengan gejala-gejala alam dan kebendaan yang sistematis yang tersusun secara teratur, berlaku umum yang berupa kumpulan dari hasil obervasi dan eksperimen.

B. Perbedaan IPA klasik dan Mdern
a) IPA Klasik
Ditinjau dari klasik sendiri, dapat diartikan bahwa yang klasik umumnya bersifat tradisional, berdasarkan pengalaman, kebiasaan atau naluri semata, meskipun ada kreasi namun hanya merupakan tiruan dari keadaan sekitar.
IPA Klasik secara umum, sebagai contoh dapat digambarkan dalam pembuatan tempe dan ragi tape. Meskipun hanya didasarkan pengalaman, tanpa disadari para pembuatan tempe dan ragi tape telah berkecimpung dalam mikrobiologi, mikrologi, dan ilmu fisika yang mendasarinya.
b) IPA Modern
IPA Modern muncul berdasarkan penelitian maupun pengujian dan telah diadakan pembaharuan yang berkaitan dengan berbagai disiplin ilmu yang ada. Proses canning, pengalengan ikan, buah-buahan, dan sebagainya yang berkaitan dengan fisika, kimia, biologi, biokimia, dan sebagainya merupakan hasil perkembangan IPA Modern.
IPA Modern diperoleh atas dasar penelitian dengan menggunakan metode ilmiah disertai pengujian berulang kali, sehingga diperoleh ilmu yang mantap, baik untuk terapan maupun ilmu murni. Contoh kegiatan IPA Modern dalam kaitannya dengan alam lingkungan, misalnya untuk menciptakan suasana bersih, timbul pemikiran untuk memanfaatkan sampah organik, seperti jerami, sisa tanaman dan kotoran hewan yang diproses dengan bantuan bakteri dalam kondisi tertentu, sehingga menghasilkan gas CO2, CH4, dan gas H2S yang ternyata dapat dimanfaatkan sebagai pengganti bahan bakar dan sering disebut sebagai energi biogas.

C. Metode Ilmiah
Ditinjau dari cara berfikirnya manusia, terdapat dua cara pokok untuk memperoleh pengetahuan yang benar, ialah:
 Cara yang didasarkan pada rasio atau Rasionalisme.
Descarte adalah pelopor dan tokoh rasionalisme. Menurut dia, rasio adalah merupakan sumber dan pangkal dari segala pengertian. Hanya rasiolah yang dapat membawa orang pada kebenaran.
Dalam menyusun pengetahuaannya, kaum rasionalis metode deduktif. Dasar fikiran yang digunakan dalam penalarannya diperoleh dari ideyang menurut anggapannya sudah jelas dan pasti dalam pemikiran manusia.
Menurut kaum rasionalis, fungsi manusia hanyalah mengenal ide/prinsip. Dan kemudian menjadi pengetahuannya. Prinsip yang sebelumnya memang sudah ada dan bersifat apriori tersebut, dapat diketahui manusia lewat kemampuan berfikir rasionalnya. Menurut mereka pengalaman tidak menghasilkan prinsip, tetapi sebaliknya, dengan mengetahui prinsip yang diperoleh lewat penalaran rasional, manusia akan dapat mengetahui dan mengerti kejedian-kejadian yang terjadi di alam sekitarnya.
Masalah utama pada rasionalisme adalah evaluasi terhadap kebenaran dasar-dasar pemikiran atau alasan-alasanyangdigunakan pada penalaran deduktif. Dasar-dasar penalaran tersebut, bersumber pada penalaran rasional yang bersifat abstrak, terlepas dari segala pengalaman. Dengan demikian maka tidak dapat dilakukan evaluasi, dan dimungkinkan pengetahuan satu sama lain berbda mengenai satu objek tertentu. Maka pemikiran rasional cenderung untuk bersifat objektif dan solipsistik, yaitu hanya benar dalam kerangka pemikiran tertentu yang berada dalam otak orang yang berfikir tersebut.

 Cara yang didasarkan pada pengalaman atau yang biasa disebut Empirisme.
Kaum empirisme berpendapat bahwa pengetahuaan manusia tidak diperoleh lewat penalaran rasional yang abstrak, tetapi lewat pengalaman yang kongkrit.
Dalam menyusun pengetahuan secara empiris timbul berbagai masalah diantaranya adalah bahwa pengetahuan yang dikumpulkan tersebut cenderung merupakan kumpulan fakta yang satu sama lainnya belum tentu cocok. Dengan demikian maka kumpulan fakta ataupun rangkaian dari berbagai fakta belum tentu menunjukkan pengetahuan yang sistematis. Terdapat juga masalah yang bersangkutan dengan hakekat pengalaman. Kaum empiris sendiri tidak dapat memberikan jawaban yang meyakinkan tentang hakikat pengalaman ini, merupakan stimulus panca indra, persepsi, ataukah sensasi. Mereka menganggap bahwa dunia fisik adalah nyata, karena merupakan gejala yang diperoleh dengan panca indera. Dari hasil kerja panca indera inipun tidak selalu benar.
Berfikir secara rasional dan empiris membentuk dua kutub yang saling bertentangan. Akhirnya muncul ide untuk menggabungkan kedua pendekatan, yaitu pendekatan rasional dan empiris dan dinamakan metode ilmiah.
Metode ilmiah merupakan cara untuk memperoleh pengetahuan dengan menempuh suatu rangkaian prosdur tertentu. Lngkah-langkah yang harus diikuti dengan seksama sedemikian hingga dapat sampai pada kesimpulan yang benar.
Langkah-langkah dalam pembuatan Metode Ilmiah adalah sebagai berikut:
1. Merumuskan Masalah
Masalah merupakan pertanyaan apa, mengapa, atau bagaimana (ABDIKASIM: apa, bagaimana, di mana, kapan, siapa, mengapa) tentang objek yang akan diteliti. Masalah yang akan kamu teliti harus jelas batasannya. Sebaiknya masalah juga harus spesifik agar mempermudah dalam pelaksanaan penelitian dan melakukan kontrol.
2. Mengajukan Hipotesis
Hipotesis menunjukkan kemungkinan-kemungkinan awaban dari masalah yang sedang diteliti. Jadi hipotesis merupakan dugaan sementara yang di dukung oleh pengetahuan dan teori relevan yang telah dimiliki.
Hipotesis inilah yang harus kamu uji kebenarannya melalui observasi atau eksperimen. Ada dua jenis hipotesis dalam penelitian yaitu hipotesis kerja dan hipotesis nol. Hipotesis kerja atau hipotesis alternatif berisi dugaan yang menyatakan bahwa perlakuan yang kamu berikan dalam penelitian berpengaruh terhadap variabel yang kamu amati. Contoh: ada pengaruh pemberian pupuk N terhadap peningkatan kadar protein biji kacang hijau. Sedangkan hipotesis nol merupakan kebalikan dari hipotesis kerja yaitu dugaan yang menyatakan tidak ada pengaruh. Contoh: tidak ada pengaruh pemberian pupuk N terhadap peningkatan kadar protein biji kacang hijau.
3. Menguji Hipotesis
Hipotesis harus diuji dengan mengumpulkan berbagai fakta-fakta dan data yang relevan untuk mengetahui apakah fakta-fakta dan data itu mendukung hipotesis yang kamu ajukan atau tidak. Fakta dapat berupa observasi atau pengamatan, misalnya pengamatan secara langsung atau dengan mikroskop.
Data dapat kamu peroleh melalui percobaan/eksperimen baik di lapangan maupun di laboratorium. Perlu kamu ingat bahwa memberi perlakuan terhadap satu individu atau satu kelompok saja untuk diamati pengaruhnya akibat suatu perlakuan, tidak disarankan karena data yang diambil harus mewakili seluruh populasi objek. Untuk itu dalam penelitian eksperimen perlu dilakukan pengulangan yaitu perlakuan yang sama diulang pada individu atau kelompok lain yang disebut sampel. Contohnya bila setiap kadar pupuk N diberikan pada 10 tanaman berarti pemberian satu kadar pupuk diulang 10 kali. Kamu juga harus mempersiapkan bahan-bahan beserta peralatannya termasuk cara penggunaan alat dan bagaimana menangani bahan terutama bahan yang mudah rusak dan bahan kimia berbahaya. Data yang diambil harus relevan dengan permasalahan yang dihadapi. Dalam pengumpulan data ini kamu harus menjunjung tinggi kejujuran dan objektivitas agar hasil penelitian sesuai dengan kenyataan yang ada.
4. Mengolah dan Menganalisis Data
Data yang kamu peroleh dapat berupa data kuantitatif (berupa angka-angka, misalnya tinggi, berat, panjang, luas, kandungan zat, dan sebagainya) maupun data kualitatif (misalnya warna, tekstur, bentuk, dan sebagainya). Kamu harus menggunakan alat ukur yang tepat dan standar sehingga diperoleh data kuantitatif yang akurat.
Data yang telah diperoleh kemudian dianalisis, ditafsirkan, dan jika perlu diuji secara statistik sebagai dasar untuk menolak atau menerima hipotesis yang telah diajukan. Terdapat berbagai uji statistik yang berguna sebagai alat bantu dalam menganalisis data kuantitatif, misalnya analisis regresi, analisis varian, analisis kovarian, analisis jalur, dan sebagainya. Uji statistik tidak mutlak diperlukan karena sifatnya hanya sebagai alat bantu. Tetapi berdasarkan pengalaman para peneliti, uji statistik membantu menganalisis data secara objektif dengan derajat keabsahan/kepercayaan tertentu sehingga kebanyakan penelitian menggunakan uji statistik dalam analisis data.
5. Penarikan Kesimpulan
Kesimpulan diambil berdasarkan data-data yang telah dianalisis dan diuji untuk menerima atau menolak hipotesis yang diajukan. Hipotesis diterima bila data-data yang dikumpulkan sesuai/mendukung pernyataan dalam hipotesis. Sebaliknya bila data-data tidak sesuai maka hipotesis harus ditolak. Hipotesis yang diterima menjadi pengetahuan yang diperoleh secara ilmiah dan menjadi bagian dari ilmu pengetahuan. Sedangkan hipotesis yang ditolak bukan berarti penelitian itu gagal. Mungkin ada beberapa hal yang dibenahi misalnya parameter yang diamati tidak tepat, pengaturan variabel kurang sesuai, atau memang kenyataan bahwa hipotesis yang diajukan harus ditolak. Jadi segala sesuatu perlu dikaji ulang atau bahkan dilaksanakan penelitian ulang.
Langkah-langkah dalam metode ilmiah harus ditempuh secara bertahap dan berurutan karena langkah yang satu merupakan landasan untuk mengerjakan langkah berikutnya.
Dalam praktiknya, sebelum melakukan penelitian kamu harus merancang segala sesuatu yang berkaitan dengan penelitianmu dalam sebuah rencana atau proposal penelitian. Hasil penelitian kemudian disusun menjadi laporan penelitian untuk dikomunikasikan dengan orang lain atau berbagai pihak yang berkompeten. Laporan penelitian inilah yang akan dikaji atau dinilai untuk kemudian dimanfaatkan dan ditindaklanjuti karena memuat pengetahuan ilmiah. Pada prinsipnya laporan penelitian disusun seperti proposal penelitian yang dilengkapi dengan data-data yang diperoleh dan analisanya beserta pembahasan yang mengkaitkan antara hipotesis dan fakta-fakta sehingga diperoleh suatu kesimpulan. Susunlah laporan penelitian dengan baik dan sejelas mungkin agar orang yang membaca dapat dengan mudah memahami isinya. Ingatlah bahwa kamu telah melakukan langkah-langkah ilmiah dalam menjawab suatu permasalahan sehingga pengetahuan yang diperoleh adalah pengetahuan yang ilmiah.

D. Peran Matematika dalam kehidupan manusia
Pada zaman dahulu kala sebenarnya manusia dengan tidak sengaja telah menggunakan matematika. Namun dengan berkembangnya otak manusia, maka di dunia ini lahirlah masalah baru khususnya yang berhubungan dengan masalah kehidupan mereka, misalnya masalah ekonomi, masalah kependudukan, pertanian, transportasi, komunikasi, pendidikan, dan bahkan sampai pada ilmu pengetahuan yang semuanya itu membutuhkan perhitungan-perhitungan yang matematis guna menyelesaikan persoalan dengan mudah, cepat dan efisien.
Adapun peran matematika yaitu:
• Sebagai faktor penunjang berkembangnya ilmu pengetahuan manusia.
• Untuk memahami alam semesta
• Untuk menjelaskan sesuatu yang tidak dapat dijangkau oleh pengalaman empiris.
• Guna meningkatkan daya abstraksi otak manusia

IV. KESIMPULAN
Dari beberapa pembahasan diatas, dapat diambil beberapa kesimpulan diantaranya adalah sebagai berikut:
A. IPA berasal dari kata latin Scientia yang arti harfiahnya adalah pengetahuan, tetapi kemudian berkembang menjadi khusus Ilmu Pengetahuan Alam atau Sains.
B. IPA Klasik dan modern berbeda pada pengalaman yang diterima atau cara mendapatkan pengetahuan itu. Kalau Klasik masih tradisional, yaitu dengan pengalaman saja. Dan kalau Modern dalam menentukan masalah dengan cara pengujian yang terus menerus atau dengan cara metode ilmiah.
C. Metode Ilmiah sendiri mempunyai beberapa tahapan, yaitu:
1. Merumuskan Masalah
2. Mengajukan Hipotesis
3. Menguji Hipotesis
4. Mengolah dan Menganalisis Data
5. Penarikan kesimpulan
D. Peran Matematika dalam kehidupan manusia yaitu:
a. Sebagai faktor penunjang berkembangnya ilmu pengetahuan manusia.
b. Untuk memahami alam semesta
c. Untuk menjelaskan sesuatu yang tidak dapat dijangkau oleh pengalaman empiris.
d. Guna meningkatkan daya abstraksi otak manusia


V. PENUTUP
Demikian pembahasan makalah yang kami susun, semoga bermanfaat bagi pembaca dan pemakalah sendiri. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang sangat membangun sangat kami harapkan dalam pembuatan makalah yang selanjutnya.






DAFTAR PUSTAKA

Aly, Abdullah dan Eny Rahma.1996.Ilmu Alamiah Dasar, Jakarta:Bum Aksara.
Budianto, Herni.2006.Biologi untuk SMA dan MA Kelas X.Jakarta.
Jasin, Maskuri.1997.Ilmu Alamiah Dasar, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Purnama, Heri.2003.Ilmu alamiah Dasar, Jakarta:PT Renika Cipta.
http://ngbmulty.multiply.com/journal/item/38/
http://id.wikipedia.org/w/index.php
http://google.co.id/Pdf.IAD/

Fiqh 2

SUMBER FIQH DAN MADZHAB DALAM HUKUM ISLAM

I. PENDAHULUAN
Telah kami katakan bahwa fiqh adalah hukum-hukum syar’iyah amaliyah, yaitu hukum-hukum yang berkaitan dengan perbuatan-perbuatan mukallaf, berupa ibadah dan muamalah.
Maksud dari sumber-sumber fiqh disini adalah dalil-dalil yang menjadi sandaran dan pijakkan dimana fiqh menimba darinya. Sebagian ulama menyebutnya dengan sumber-sumber syari’at islam. Apapun nama yang diberikan, sumber-sumber fiqh seluruhnya kembali kepada al-Qur’an ataupun sunnah.
Para mujtahid lahir pada periode ke-4 yang memiliki pengaruh signifikan dalam perkembangan dalam kemajuan fiqh. Mereka telah mendirikan madrasah-madrasah fiqh yang panjinya menaungi banyak fuqoha’ besar, dan memiliki banyak pengikut. Madrasah fiqh itu disebut dengan mazhab islam dan diiringi dengan nama pendirinya. Meskipun banyak jumlahnya, ia tidak memecah belah islam dan tidak memunculkan syari’at yang baru, melainkan hanya sebuah metode memahami syari’at, menafsirkan nash-nashnya, dan cara-cara mengistinbatkan hukum dari sumber-sumbernya.

II. RUMUSAN MASALAH
A.    Sumber-sumber fiqh dan permasalahannya
·         Sumber-sumber Hukum Fiqh
·         Faedah Hukum Fiqh
·         Masalah-masalah Fiqh
·         Perbandingan Fiqh Terhadap Ilmu-ilmu yang Lain
·         Fiqh dalam berbagai madzhab
B.     Bermazhab dalam hukum islam
·         Pengertian madzhab
·         Sejarah munculnya madzhab
·         Macam-macam madzhab dalam fiqh
·         Haruskah kita bermadzhab
·         Taklid pada selain madzhab empat

III. PEMBAHASAN

A.    SUMBER FIQH DAN PERMASALAHANNYA
1.      Sumber-sumber Hukum Fiqh
a.       Al Qur’an
Al Quran adalah kitab suci yang di wahyukan kepada Nabi Muhammad SAW yang mengandung petunjuk kebenaran bagi kebahagiaan umat manusia. Karenanya dapat kita katakan bahwa al Quran dan juga turunnya adalah “kemanusiaan” (problematika kehidupan manusia).
b.      As-Sunnah
As-Sunnah adalah sumber ke dua setelah al Quran. Dalam termonologi Muhadditsin, fuqoha’ dan usuliyyin, sunnah berarti sesuatu yang di nisbatkan kepada Nabi, baik berupa perkataan, perbuatan ataupun ketentuan.
Penentuan Al Quran dan As sunnah sebagai sumber dan dalil hukum yang pertama dan ke dua, di dasarkan kepada ayat al Qur’an dan hadits. Kandungan Q.S. An Nisa’: 59 , merupakan rujukan utama dalam pembahasan fiqh dan hukum pada umumnya. Adapun isi ayat tersebut adalah sebagai berikut :
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”.
Secara garis besar ayat tersebut berisi tentang perintah untuk taat kepada Allah dan rasul kemudian Ulil Amri. Apabila terjadi perselisihan hukum, maka “merujuk” kepada apa yang di tetapkan Allah dan rasulnya. Tentang hal terakhir, As-syafi’i dalam Ahkam al-Qur’an (1;30) menyatakan bahwa perselisihan setelah massa Rasulullah di kembalikan kepada keputusan Allah, kemudian keputusan Rasulullah. Namun apabila nash keputusan itu tidak di temukan pada salah satu keduanya maka di Qiyaskan kepada salah satunya. Ayat di atas bagi Syafi’i, merupakan dalil untuk mengembangkan ijtihad. Sedangkan Ijtihad tidak lain adalah Qiyas.
c.       Ijma’
Ijma’ merupakan suatu kesepakatan tentang berbagai masalah hukum fiqh. Berdasarkan pelaku, ijma’ di pilih menjadi enam kelompok dan mencakup ribuan fiqh. Pertama, ijma' di kalangan kaum Muslimin. Kedua, ijma’ di kalangan para sahabat. Ketiga, ijma’ di kalangan para ahli ilmu. Keempat, ijma’ secara umum. Ke lima, pendapat seorang sahabat yang tidak di ketahui penentangnya dari kalangan sahabat. Keenam, penafian khilaf terhadap pendapat orang alim atau penafian terhadap pengetahuan khilaf.
d.      Qiyas
Sebagaimana telah di jelaskan bahwa Qiyas merupakan dalil hukum yang di sepakati di kalangan Madzhab sunni. Tokoh utama yang menempatkan Qiyas sebagai rujukan ke empat ialah As-Syafi’i (150-204H/767-820M). Menurut syafi’i qiyas merupakan suatu metode berfikir yang di gunakan untuk mencari dalil dengan contoh serupa yang terdapat dalam kitab As-sunnah.
2.      Faedah Hukum Fiqh
Faedah ilmun fiqh (yang di takrifkan menurut takrif ahli ushul) amat besar. Diantaranya, mengetahui mana yang di suruh mana yang di larang, mana yang haram, mana yang halal, mana yang sah, mana yang batal dan mana yang fasid
3.      Masalah-masalah Fiqh
Masalah- masalah fiqh menurut ahli ushul ialah ketetapan-ketetapan dan keterangan-keterangan fiqh, seperti; niat itu wajib, wudhu itu syarat syah sembahyang dan waktu sebab wajib sembahyang.
Fiqh islam membahas tentang masalah-masalah agama, amalan- amalan ibadah dan muamalat dengan segala macam jenis, aturan dan perinciannya yang bersumber pada kaidah - kaidah fiqh itu. Karenanya para ahli fiqh pada saat yang sama merupakan ulama dan ahli hukum. Mereka disebut ulama karena bidang studi mereka mencakup segala macam bidang ilmu pengetahuan di masa lampau. Karena itulah, fiqh islam memegang peranan penting dan begitu besar dalam sejarah pemikiran islam dan juga dalam segala macam aspek kehidupan setiap muslim.
4.      Perbandingan Fiqh Terhadap Ilmu-ilmu yang Lain
Perbandingan fiqh terhadap urusan amalnya adalah seperti perbandingan tauhid dan tasawuf untuk kebaikan batin, yakni: kedudukan ilmu ini terhadaf urusan-urusan batin. Tauhid untuk kebaikan i’tikad, tasawuf untuk kebaikan rohani, sedangkan fiqh untuk kebaikan amal anggota.
5.      Fiqh dalam berbagai madzhab
Fiqh dalam pengertian bahasa, ialah paham atau mengerti. Adapun dalam istilah, berarti ilmu hukum atau syari’at, dan orang yang ahli dalam ilmu ini disebut faqih.
Dikatakan bahwa fiqh itu ilmu atau pengetahuan. Betul bahwa ulama-ulama fiqh atau fuqaha kadang-kadang menggunakan ilmu-ilmu itu dengan makna paham atau mengetahui. Akan tetapi mereka meragukan, mereka mempelajari fiqh, ilmu ini mempunyai masalah sendiri dan kaidah-kaidah tertentu pula.
Dalam zaman Adz-Dzahabi dalam daulah abbasiyah perkembanagn negara dalam segala bidang mengalami kemajuan yang sangat pesat, tidak terkecuali ilmu hukum islam atau ilmu fiqh. Sehingga timbullah macam-macam madzhab. Akan tetapi, kemudian sebagian madzhab-madzhab itu hilang denagn sendirinya karena kehilngan pengikut-pengikutnya, sehingga tinggallah madzhab empat.

B.     BERMADZHAB DALAM HUKUM ISLAM
1.      Pengertian Madzhab
Dari sudut pengertian bahasa “mazhab” itu berarti pendirian (al-mu’taqqad) atau system (al-thariqat), sumber, atau pendapat yang kuat (al-ashl).
Dapat juga diartikan “mazhab” itu : ia telah berjalan. “ia telah berlalu”, ia telah pergi”. Tetapi pada umumnya bahasa arab terpakai dengan arti “berjalan” atau “pergi”. Maka kata mazhab itu biasa diartikan dengan “jalan atau tempat yang dilalui”.
pengertian mazhab menurut istilah ulama ahli fikh, ialah: mengikuti sesuatu yang dipercayai. Misalnya :
فُلاَنٌ تَمَذْهَبَ بِفُلاَنٍ
“Si fulan mengikuti dengan mazhabnya fulan”
Dengan ini dapat diartikan dasar pendirian yang diturut, karena telah penuh percaya. Misalnya seperti apa yang pernah dikatakan oleh imam Asy-Syafi’I kepada Imam Ahmad bin Hambal:
إِذَاصَحَّ عِنْدَ كُمُ الْحَدِىْثُ فَقُوْلُوْاِلَى كَىْ اَذْهَبَ اِلَىْهِ
“Apabila telah sahih hadist pada sisi kamu, maka kamu kataknlah kepada ku, agar aku dapat menuju (mengikut) kepadanya”.
Dari uraian tersebut diatas, mazhab menurut pengertian pertama adalah hasil ijtihad seseorang Imam tentang hukum sesuatu masalah agama, adalah identik dengan fiqh, atau hasil ijtihad mengenai suatu hukum.
Maka dengan demikian mazhab hanya terdapat dalam masalah-masalah yang “zanniyah” atau “ijtihaddiyah”. Karena itu tidak benar kalau dikatakan bahwa hukum shalat lima waktu adalah wajib menurut mazhab syafi’i. Sebab hukum wajibnya shalat itu adalah wajib yang status sumbernya bersifat qath’iyah (ma’lum min al-din bi al-darurat).
2. Sejarah Munculnya Madzhab
Asal mula mazhab fiqih sudah ada sejak zaman shahabat, seperti mazhab ‘aisyah, mazhab abdullah ibn umar, mazhab abdulah ibn mas’ud dan lain sebagainya. Kemudian pada masa tabi’in ada sekitar tujuh fuqoha' diantaranya Sa’id ibn Musayyib, ‘Urwah ibn Zubair, dan Qosim ibn muhammad. Baru pada masa tabi’it-tabi’in yang dimulai pada awal abad kedua Hijriyah, kedudukan ijtihad sebagai istinbath hukum semakin bertambah kokoh dan meluas, sesudah masa itu munculah mazhab-mazhab dalam bidang hukum Islam, baik dari golongan Ahl al-Hadits, maupun dari golongan Ahl al-Ra’yi.
Dari kalangan Jumhur pada masa ini muncul tiga belas mujtahid. Akan tetapi dari jumlah itu, ada sembilan imam mazhab yang paling populer dan melembaga di kalangan jumhur umat Islam dan pengikutnya. Pada periode inilah kelembagaan fiqih, berikut pembukuannya mulai dimodifikasikan secara baik, sehingga memungknkan semakin berkembang pesat para pengikutnya yang semakin banyak dan kokoh. Mereka yang dikenal sebagai peletak ushul dan manhaj (metode) fiqh adalah :
a. Imam Abu Said al-Hasan
b. Imam Abu Hanifah Al-Nu’man bin Tsabit bin Zauthy (Wafat150H)
c. Imam Auza’iy Abu Amr Abd Rahman bin ‘Amr bin Muhammad, (wafat:157H)
d. Imam sufyan bin Sa’id bin Masruq al-Tsaury (Wafat 160 H)
e. Imam al-Laits bin Sa’ad (Wafat 175 H)
f. Imam Malikbin Anas al-Ashbahy (Wafat 179 H)
g. Imam Sufyan bin Uyainah (Wafat 198 H)
h. Imam Muhammad bin Idris al-Syafi’I (Wafat 204 H).
i. Imam Ahmad bin Hanbal (Wafat 241 H)
Selain itu, masih banyak lagi madzhab lainnya yang dibina oleh para imam madzhab, seperti Imam Daud bin Ali al-Ashbahany al Bagdadi (wafat 270 H). terkenal sebagai madzhab zahiri, yang mengambil nisbad kepada redaksional al-Qur’an dan sunnah juga seperti Ishaq bin Rahawai (Wafat 238H). dan madzhab lain yang tidak masyhur dan tidak banyak pengikutnya, atau kurang dikenal sebagaimana lazimnya para pengikut madzhab-madzhab masyhur yang sering tampak sebagai muqallidin.
Munculnya madzhab-madzhab tersebut, menunjukkan betapa majunya perkembangan hukum Islam pada masa itu. Hal itu terutama di sebabkan adanya tiga factor yang sangat menentukan bagi perkembangan hukum Islam sesudah wafatnya Rosulullah SAW. yaitu:
a). Semakin luasnya daerah kekuasaan Islam, mencakup wilayah-wilayah di semenanjung Arab, Iraq, Mesir, Syam, Persi, dan lain-lain.
b). Pergaulan kaum Muslimin dengan bangsa yang ditaklukannya. Mereka terpengaruh oleh budaya, adat istiadat serta tradisi bangsa tersebut.
c). Akibat jauhnya Negara-negara yang ditaklukannya itu dengan ibukota khilafah (pemerintahan) islam, membuat para gubernur, para hakim, dan para ulama harus melakukan ijtihad guna memberikan jawaban terhadap problem dan masalah-masalah baru yang dihadapi.
Perkebangan-perkembangn madzhab itu tidaklah sama. Ada yang mendapat sambutan dan memiliki pengikut yang mengembangkan serta meneruskannya, namun adakalanya madzhab kalah pengaruhnya oleh madzhab-madzhab lain yang datang kemudian, sehingga pengikutnya menjadi surut. Mereka hanya disebut saja pendapatnya disela-sela lembaran kitab-kitab para imam madzhab, bahkan ada yang hilang sama sekali. Madzhab yang dapat bertahan dan yang berkembang terus sampai sekarang serta banyak diikuti oleh umat Islam di dunia, hanya empatlah yaitu:
a. Madzhab Hanafi, pendirinya Imam Abu Hanifah
b. Madzhab Maliki, pendirinya Imam Malik
c. Madzhab Syafi’i, pendirinya Imam Syafi’i
d. Madzhab Hanbali, pendirinya Imam Ahmad bin Hanbal
Perkembangan keempat madzhab ini sangat ditentukan sekali oleh beberapa factor yang merupakan keistimewaan itu bagi keempat madzhab tersebut. Factor-faktor itu menurut Khudori bek, adalah:
1. Pendapat-pendapat mereka dikumpulkan dan di bukukan hal ini tidak terjadi pada ulama salaf.
2. Adanya murid-murid yang berusaha menyebar luaskan pendapat mereka, memepertahankan dan membelanya. Mereka dalam organisasi sosial dan pemerintah mempunyai kedudukan yang menjadikan pendapat itu berharga.
3. Adanya kecenderungan jumhur ulama yang menyarankan agar keputusan yang diputuskan oleh hakim harus berasal dari suatu madzhab, sehingga dalam berpendapat, tidak ada dugaan yang negativ. Karena mengikuti hawa nafsu dalam mengadili. Hal ini hanya tidak akan dapat terjadi bila tidak terdapat madzhab yang pendapat-pendapatnya dibukukan.
Madzhab-madzhab tersebut tersebar keseluruh pelosok negara yang berpeduduk muslim. Dengan tersebarnya madzhab-madzhab tersebut berarti tersebar pula syari’at islam kepelosok dunia yang dapat mempermudah umat islam untuk melaksanakannya.
Disamping berdampak positive muncul dan perkembangannya madzhab itu juga menimbulkan dampak negative. Setelah munculnya madzhab-madzhab dalam hukum Islam dan hasil ijtihad para imam madzhab telah banyak yang dibukukan, ulama sesudahnya lebih cenderung untuk mencari dan menetapkan produk-produk ijtihadiah para mujtahid sebelumnya, meskipun mungkin sebagian dari hasil ijtihad mereka sudah kurang atau tidak sesuai lagi dengan kondisi yang dihadapi ketika itu. Lebih dari itu, sikap toleransi bermadzhabpun semakin menipis dikalangan sesama pengikut-pengikut madzhab fiqih yang ada. Bahkan seringkali timbul persaingan dan permusuhan sebagai akibat dari fanatisme madzhab yang berlebihan. Kemudian berkembang pandangan bahwa mujtahid hanya boleh melakukan penafsiran kembali terhadap hokum-hukum fiqih dalam batas-batas yang telah ditetukan oleh imam madzhab yang dianutnya. Hal ini mengakibatkan kemunduran fiqih islam.
Kemunduran fiqih islam yang berlangsung sejak pertengahan abad keempat sampai akhir abad 13 H ini sering disebut sebagai “periode taqlid” dan “penutupan pintu ijtihad”.disebut demikian, karena sikap dan paham yang mengikuti pendapat para ulama mujtahid sebelumnya dianggap sebagai tindakan yang lumrah, bahkan dipandang tepat .
Berbagai cara ijtihad para mujtahidin, berbagai-bagai keadaan mereka, maka sudah pasti berbagai-bagai pula hasil dari ijtihad masing-masing mereka, karena berbeda-beda tempat dan masa hidupnya masing-masing mujtahidin. Perbedaan jalan berfikir dan caranya, karena lengkap atau kurang lengkapnya nash (dalil-dalil dari Kitab dan Sunnah) yang diketahui oleh masing-masing mujtahid. Kita sudah terangkan berbagai contoh sebab-sebab perselisihan atau perlainan pendapat para sahabat dan tabi'in. Dan sebab-sebab yang demikian pulalah yang menyebabkan ikhtilaf (perbedaan pendapat) para ulama' yang datang kemudian. Apalagi karena masing-masing Imam yang datang kemudian harus dapat menetapkan mana-mana dari hukum-hukum itu yang boleh dianggap sebagai rukun atau syarat, menjadi wajib atau fardu, mana yang boleh dianggap sebagai sunnat atau mubah, atau hanya sebagai adab semata. Bahkan harus mereka bahas lebih mendalam lagi: Mereka harus membahas dilalah (arti atau tujuan) dari setiap lafadz (kata), kapan lafad itu menunjukkan rukun, kapan ia menunjukkan sebagai syarat. Membawa haramkah, atau makruh atau halal. Mana di antara lafadz-lafadz itu yang menunjukkan hukum yang umum dan mana pula yang khusus. Mana yang mutlak (merata mengenai segala perkara) dan mana pula yang muqayyad (tertentu buat satu atau dua perkara saja). Kapankah satu "At-Tanbiih" (peringatan) berlaku dari bawah, atau kebalikannya. Tiap-tiap cara yang digunakan dan dituruti oleh masing-masing Imam atau Ulama' dalam menetapkan paham atau hukum inilah yang dinamakan kemudian "MADZHAB" .
3. Macam–macam Madzhab dalam Fiqh
Dalam Al-Qur’an dan sunnah tidak akan kita dapati perkataan madzhab. Dengan demikian dapat diketahui, bahwa di masa Nabi Muhammad Saw. Perkataan madzhab itu belum di dengar oleh para sahabat Nabi. Dalam hukum islam, madzhab dapat dikelompokkan kepada:
a). Ahli sunnah wal jama’ah
1. Ahli al-Ra’yi madzhab ini lebih banyak menggunakan akal (nalar) dalam berijtihad, seperti imam Abu Hanifah. Beliau adalah seorang imam yang rasional yang mendasarkan ajaran dari al- Qur’andan sunnah, ijma’, qiyas serta istihsan.
2. Ahl al Hadist madhab ini lebih banyak menggunakan hadist dalam berijtihad dari pada menggunakan akal, yang penting hadis yang digunakana itu shohih. Yang termasuk dalam madzhab ini adalah:
a. Madzhab Maliki
Madzhab ini dibina oleh Imam Malik bin Anas. Ia tercenderung kepada ucapan dan perbuatan Nabi SAW. Madzhab ini berkembang di Afrika Utara, Mesir, Sudan, Qathar, dan Bahrain.
b. Madzhab Syafi'i
Madzhab ini mengikuti Imam Syafi'i. Beliau adalah murid Imam Malik yang pandai. Beliau membina madzhabnya antara ahli Al-Ra'yi dan ahli al-Hdist (moderat), meskipun dasar pemikrannya lebih dekat kepada metode ahlu al-Hadist. Madzhab Syafi'i berkembang di Mesir, Siria, Pakistan, Saudi Arabia, India Selatan, Muangtai, Filipina, Malaisya dan Indonesia.
c. Madzhab Zahiri
Madzhab yang mengikuti Imam Dawud bin Ali. Madzhab ini lebih cenderung kpada zahir Nas dan berkembang di Spanyol pada abad V H. Oleh Ibn Hazm (Wafat 456 H-1085 M). Sejak itu madzhab ini berangsur-angsur lenyap hingga sekarang.
b). Syiah
Pada mulanya syiah ini adalah madzhab politik yang beranggapan bahwa yang berhak menjadi kholifah adalah sayyidina Ali ra. Dan keluarganya setelah Nabi SAW Wafat. Madzhab ini kemudian pecah menjadi beberapa golongan, yang terkenal sampai sekarang, antara lain:
1. Syiah Zaidiah
Syiah zaidiah adalah pengikut Ziad bin Ali Zain al-Abidin. Syiah zaidiah berpendapat, bahwa Imam tidaklah ditentukan Nabi orangnya tetapi hanya sifat-sifatnya. Tegasnya Nbi tidak mengetakan bahwa Ali adlah yang akan menjadi Imam sesudah beiau wafat, tetapi Nabi hanya menyebut sifat-sifat imam yang akan menggantikan beliau. Ali di angkat menjadi imam, karena sifat-sifat itu terdapat dalam dirinya. Di antara sifat-sifat yang dimaqsud adalah: takwa, alim, murah hari dan; kemudian bagi imam setelah Ali ditambahkan sifatnya sebagai keturunan Fatimah. Sifat-sifat tersebut adalah sifat bagi imam terbaik yang disebut Imam Afdhol. Tetapi, ada juga pemuka yang tidak mencapai sifat terbaik, boelh menjadi imam, dia di sebut imam mafdhul. Karena itu, syiah zaidiah mengekui kekholifahan Abu Bakar, Umar dan Usman. Mereka di akui sebagai Imam Mafdhul, bukan sebagai imam afdhol.
2. Syiah Imamiyah
Madzhab syiah Imamiyah disebut juga dengan madzhab syiah Itsna Asy'ariyah (syiah dua belas), karena mereka mempunyai dua belas orang imam nyata. Syiah imamiyah menjadi paham resmi di Iran sejak permulaan abad ke 16 yaitu setelah paham itu dibawa kesana oleh Syiah Ismailiyah. Madzhab syiah ini masih berkembang sampai sekarang, terutama d Iran, Iraq, Turki, Siria, dan Afganistan.
c). Madzhab-madzhab yang telah musnah
Sebagian dari madzhab-madzhab para fuqaha, ada yang memiliki pengikut-pengikut yang menjalankanya, namu pada suatu waktu mereka kalah pengaruh dari madzhab-madzhab lain yang datang kemudian, sehingga pengikut-pengikutnya menjadi surut. Imam-imam yang pernah terkenal dari madzhab-madzhab tersebut yang kurang atau tidak berkembang lagi adalah:
1. Abu Amr Abd. Rahman bin Muhammad al Auza'iy.
2. Abu Sulaiman Daud bin Ali bin Khalaf al Ash Bahani.
3. Madzhab Al-Thabary.
4. Madzhab al Laits
4. Haruskah Kita Bermadzhab
Terhadap adanya madzhab dalam fiqh umat islam terbagi menjadi dua golongan yaitu :
a. Umat Islam tidak perlu bermadzhab
Usaha-usaha umat islam dalam melepaskan diri dari ikatan madzhab ini sudah lama di rintis oleh tokoh-tokoh ulama-ulama yang anti madzhab, seperti Ibnu Taimiyah, Ibnu Hazm, Ibnul Qoyyim dan ulama-ulama lain yang seangkatan dengan beliau. Kemudian semakin populer setelah di kumandangkan oleh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab di Nejed (saudi arabia), Muhammad abduh dan Rasyid Ridha di mesir dan Sayyid Jamaluddin Al- Afgani dari Afganistan.
Syekh Muhammad Abduh berpendapat bahwa kemunduran umat islam berabad-abad sehingga menjadi bangsa terjajah adalah karena mereka telah kehilangan kebebasan berfikir dalam menghayati kemurnian ajaran Islam.
Menurut Syekh Muhammad abduh umat islam haram bermadzhab tidak boleh bertaklid kepada imam-imam madzhab dan harus berani berijtihad, karena ijtihad itu adalah urusan yang mudah dan tidak seberat seperti yang di gambarkan oleh para ulama-ulama sebelumnya. Dengan kebebasan berfikir umat islam akan maju dan sanggup menghadapi tantangan dunia modern sebagaiman halnya orang-orang barat.
b. Umat Islam wajib bermadzhab
Kondisi umat di seluruh dunia juga di indonesia dalam penguasaan ilmu-ilmu keislaman sangat berfariasi, baik dilihat dari segi kadar kemampuannya maupun dari subyeknya. Secara global dapat di gambarkan agama islam di anut oleh tiga setrata sosial :
1) Golongan yang berpendidikan rendah
2) Golongan yang berpendidikan menengah
3) Golongan yang berpendidikan tinggi
Umat islam yang dapat menduduki sebagai pemikir atau intelek masih sedikit jumlahnya dibanding dengan golongan pertama dan kedua. Dengan demikian maka umat islam wajib mengikuti mazhab-mazhab dengan alasan:
1) Nash al-Qur’an
2) Dari segi ijma’
3) Dari segi rasio.
5. Taqlid Kepada Selain Madzhab Empat
Mazhab-mazhab fiqih Islam tidak hanya terbatas pada empat mazhab sebagaimana dugaan orang selama ini. Tetapi juga imam-imam lain yang hidup sezaman dengan mereka (keempat imam tadi) yang peringkat ilmu dan ijtihadnya sama seperti mereka, bahkan mungkin jauh lebih pandai dan lebih mengerti daripada mereka.
Imam al-Laits bin Sa’ad adalah imam yang hidup sezaman dengan Imam Malik. Imam Syafi’i pernah berkata mengenai Imam al-Laits ini, katanya, “Kalau saja tidak takut sahabat-sahabat Imam Malik tersinggung sehingga bertindak kasar kepada al-Laits, dapat dikatakan bahwa al-Laits itu lebih pandai daripada Imam Malik.”
Di Irak terdapat Sufyan ats-Tsauri yang tidak kalah martabatnya dalam bidang fiqih daripada Imam Abu Hanifah. Dalam hal ini Imam al-Ghazali memasukkan ats-Tsauri sebagai salah seorang imam yang lima dalam bidang fiqih. Lebih-lebih tentang keimaman beliau mengenai ilmu As-Sunnah, sehingga beliau digelari “Amirul Mu’minin fil-Hadits” (Amirul Mu’minin dalam bidang hadits).
Al-Auza’i adalah Imam negeri Syam yang tidak ada tandingannya. Mazhabnya telah diamalkan di sana lebih dan dua ratus tahun.
Di negeri tersebut ada juga Ahlul-Bait seperti Imam Zaid bin Ali, dan saudaranya Imam Abu Ja’far Muhammad bin Alii al-Baqir, serta putranya Imam Abu Ja’far ash-Shadiq. Masing-masing mereka adalah mujtahid mutlak, yang diakui keimamannya oleh semua kalangan Ahlus-Sunnah.
Selain itu, ada pula Imam ath-Thabari. Beliau seorang mujtahid mutlak dan imam fiqih, sebagai imam dalam bidang tafsir, hadits, dan tarikh. Mazhab beliau juga mempunyai pengikut, meskipun kemudian musnah.
Sebelum Mazhab Empat muncul, juga sudah terdapat imam-imam dan ustadz-ustadz bagi imam-imam mazhab itu, bahkan bagi syekh-syekh mereka dan syekhnya syekh mereka, yang dapat dihitung dengan Jari. Mereka merupakan lautan ilmu dan pelita petunjuk. Sebelum mereka (fuqaha zaman tabi’in), juga ada fuqaha-fuqaha sahabat yang merupakan alumni “madrasah nubuwwah” (kenabian). Mereka adalah orang-orang yang menyaksikan sebab-sebab turunnya Al-Qur’an dan sebab-sebab datangnya suatu hadits. Mereka paling jernih pemahamannya terhadap agama, dan paling mengerti maksud Al-Qur’an, serta paling tahu dilalah (petunjuk) bahasa dan lafalnya. Siapakah yang tidak tahu kefaqihan Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Ubai bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit, Mu’adz bin Jabal, dan Aisyah.
Seorang muqallid yang bertaklid kepada sebagian mujtahid dalam satu perkara dari berbagai perkara yang ada, dan bertindak sesuai dengan pendapat mujtahid dalam perkara tersebut, maka ia tidak boleh meninggalkan mujtahid itu dalam hukum tersebut. Ia boleh bertaklid kepada mujtahid lainnya dalam perkara-perkara yang lain sebagaimana ketetapan dari ijma’ shahabat. Dalam hal ini, seorang muqallid dibolehkan meminta fatwa kepada orang alim dalam masalah tertentu. Adapun jika seorang muqallid menentukan satu mazhab, misalnya Mazhab Syafi’i dan berkata “Saya bermazhab kepadanya dan terikat kepadanya”, maka dalam hal ini ada keterangan lain. Yaitu, bila setiap persoalan yang diambil dari mazhab yang diikutinya berkaitan dengan apa yang ia lakukan, maka secara mutlak ia tidak diperkenankan bertaklid kepada selain mazhab yang telah dipilihnya dalam perkara tersebut. Lain halnya jika amal perbuatannya itu tidak tergantung kepada perkara yang telah ditentukan oleh mazhab yang dianutnya. Dalam masalah ini, maka tidak ada larangan baginya untuk mengikuti mazhab lain.

IV. KESIMPULAN
1. Sumber-sumber hukum fiqh diantaranya adalah alQuran, as Sunnah, Ijma’ dan Qiyas
2. Faedah Ilmu fiqh yaitu mengetahui mana yang di perintahkan dan mana yang dilarang oleh syariat
3. Masalah-masalah fiqh adalah membahas tentang masalah-masalah agama dan amalan ibadah dan muamalat dengan berbagai macam jenis, aturan dan perinciannya yang bersumber pada kaidah-kaidah fiqh itu.
4. Perbandingan fiqh terhadap ilmu yang lain adalah adalah terdapat pada urusan batin diantaranya, tauhid untuk i’tikad, tasawuf untuk kebaikan rohani sedangkan fiqh untuk kebaikan amal anggota.
5. Fiqh berbagai pendapat madzhab yaitu bahwa fiqh itu ilmu atau pengetahuan. Betul bahwa ulama-ulama fiqh atau fuqaha kadang-kadang menggunakan ilmu-ilmu itu dengan makna paham atau mengetahui. Akan tetapi mereka meragukan, mereka mempelajari fiqh, ilmu ini mempunyai masalah sendiri dan kaidah-kaidah tertentu pula. Dan karena fiqh bersifat terbuka.
6. Pengertian madzhab secara bahasa berarti pendirian dan secara istilah mengikuti sesuatu yang di capai.
7. Sejarah munculnya madzhab yaitu berawal dari massa Rasulullah, pada massa umat islam pada abad keempat.
8. Macam-macam madzhab, dapat dikelompokkan menjadi:
a) Ahli sunnah wal jama’ah
1. Ahli al-Ra’yi seperti imam Abu Hanifah
2. Ahl al Hadist seperti imam Malik bin Anas, imam Syafi’i, imam Dawud bin Ali
b) Syiah, diantaranya Syiah Zaidiah dan Imamiyah
c) Madzhab-madzhab yang telah musnah, diantaranya Abu Amr Abd. Rahman bin Muhammad al Auza'iy, Abu Sulaiman Daud bin Ali bin Khalaf al Ash Bahani, Madzhab Al-Thabary, dan Madzhab al Laits.
9. Hukum bertaklid pada madzhab yang dianut, ada yang membolehkan dan ada juga yang mengkharamkan. Keduanya itupun mempunyai dasar-dasar ataupun alasan yang kuat.
10. Apabila setiap persoalan yang diambil dari mazhab yang diikutinya berkaitan dengan apa yang ia lakukan, maka secara mutlak ia tidak diperkenankan bertaklid kepada selain mazhab yang telah dipilihnya dalam perkara tersebut. Lain halnya jika amal perbuatannya itu tidak tergantung kepada perkara yang telah ditentukan oleh mazhab yang dianutnya. Dalam masalah ini, maka tidak ada larangan baginya untuk mengikuti mazhab lain.

V. PENUTUP
Demikian makalah ini kami susun, kami menyadari tentunya dalam penyusunan makalah ini masih banyak kesalahan dan kekurangan, dan masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan. Semoga dalam kekurangan ini terdapat pelajaran yang bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR PUSTAKA
Ash Shiddiqy, Teungku M hasbi, Pengantar Hukum Islam, Semarang; PT Pustaka Rizki Putra, 2001
A.Sirry, Mun’im, Sejarah Fiqh Islam, Surabaya: Risalah gusti, 1995
Bisry, Cik Hasan, Model Penelitian Fiqh, Bogor: kencana, 2003, jilid I
Mahmassani, Sobbi, Filsafat Dalam Hukum Islam, Bandung; PT Alma’arif ,1976
Said Ramadhan al- Buthi, dkk, Bebas Madzhab Membahayakan Islam, Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1985
Yusuf ,M.Hamdani, Perbandingan Mazhab,semarang:PT.Cipta Jati Aksara,1994
Yanggo, Huzaemah Tahido, Pengantar Perbandingan Madzhab, Ciputat, 1997