SUMBER FIQH DAN MADZHAB DALAM HUKUM
ISLAM
I. PENDAHULUAN
Telah kami
katakan bahwa fiqh adalah hukum-hukum syar’iyah amaliyah, yaitu hukum-hukum
yang berkaitan dengan perbuatan-perbuatan mukallaf, berupa ibadah dan muamalah.
Maksud
dari sumber-sumber fiqh disini adalah dalil-dalil yang menjadi sandaran dan
pijakkan dimana fiqh menimba darinya. Sebagian ulama menyebutnya dengan
sumber-sumber syari’at islam. Apapun nama yang diberikan, sumber-sumber fiqh
seluruhnya kembali kepada al-Qur’an ataupun sunnah.
Para
mujtahid lahir pada periode ke-4 yang memiliki pengaruh signifikan dalam
perkembangan dalam kemajuan fiqh. Mereka telah mendirikan madrasah-madrasah
fiqh yang panjinya menaungi banyak fuqoha’ besar, dan memiliki banyak pengikut.
Madrasah fiqh itu disebut dengan mazhab islam dan diiringi dengan nama
pendirinya. Meskipun banyak jumlahnya, ia tidak memecah belah islam dan tidak
memunculkan syari’at yang baru, melainkan hanya sebuah metode memahami
syari’at, menafsirkan nash-nashnya, dan cara-cara mengistinbatkan hukum dari
sumber-sumbernya.
II. RUMUSAN MASALAH
A.
Sumber-sumber fiqh dan permasalahannya
·
Sumber-sumber Hukum Fiqh
·
Faedah Hukum Fiqh
·
Masalah-masalah Fiqh
·
Perbandingan Fiqh Terhadap Ilmu-ilmu yang Lain
·
Fiqh dalam berbagai madzhab
B.
Bermazhab dalam hukum islam
·
Pengertian madzhab
·
Sejarah munculnya madzhab
·
Macam-macam madzhab dalam fiqh
·
Haruskah kita bermadzhab
·
Taklid pada selain madzhab empat
III. PEMBAHASAN
A.
SUMBER FIQH DAN PERMASALAHANNYA
1.
Sumber-sumber Hukum Fiqh
a.
Al Qur’an
Al Quran adalah kitab suci yang di
wahyukan kepada Nabi Muhammad SAW yang mengandung petunjuk kebenaran bagi
kebahagiaan umat manusia. Karenanya dapat kita katakan bahwa al Quran dan juga
turunnya adalah “kemanusiaan” (problematika kehidupan manusia).
b.
As-Sunnah
As-Sunnah adalah sumber ke dua
setelah al Quran. Dalam termonologi Muhadditsin, fuqoha’ dan usuliyyin, sunnah
berarti sesuatu yang di nisbatkan kepada Nabi, baik berupa perkataan, perbuatan
ataupun ketentuan.
Penentuan Al Quran dan As sunnah
sebagai sumber dan dalil hukum yang pertama dan ke dua, di dasarkan kepada ayat
al Qur’an dan hadits. Kandungan Q.S. An Nisa’: 59 , merupakan rujukan utama
dalam pembahasan fiqh dan hukum pada umumnya. Adapun isi ayat tersebut adalah
sebagai berikut :
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman,
taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian
jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada
Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada
Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya”.
Secara garis besar ayat tersebut
berisi tentang perintah untuk taat kepada Allah dan rasul kemudian Ulil Amri.
Apabila terjadi perselisihan hukum, maka “merujuk” kepada apa yang di tetapkan
Allah dan rasulnya. Tentang hal terakhir, As-syafi’i dalam Ahkam al-Qur’an
(1;30) menyatakan bahwa perselisihan setelah massa Rasulullah di kembalikan
kepada keputusan Allah, kemudian keputusan Rasulullah. Namun apabila nash
keputusan itu tidak di temukan pada salah satu keduanya maka di Qiyaskan kepada
salah satunya. Ayat di atas bagi Syafi’i, merupakan dalil untuk mengembangkan
ijtihad. Sedangkan Ijtihad tidak lain adalah Qiyas.
c.
Ijma’
Ijma’ merupakan suatu kesepakatan
tentang berbagai masalah hukum fiqh. Berdasarkan pelaku, ijma’ di pilih menjadi
enam kelompok dan mencakup ribuan fiqh. Pertama, ijma' di kalangan kaum
Muslimin. Kedua, ijma’ di kalangan para sahabat. Ketiga, ijma’ di kalangan para
ahli ilmu. Keempat, ijma’ secara umum. Ke lima, pendapat seorang sahabat yang
tidak di ketahui penentangnya dari kalangan sahabat. Keenam, penafian khilaf
terhadap pendapat orang alim atau penafian terhadap pengetahuan khilaf.
d.
Qiyas
Sebagaimana telah di jelaskan bahwa
Qiyas merupakan dalil hukum yang di sepakati di kalangan Madzhab sunni. Tokoh
utama yang menempatkan Qiyas sebagai rujukan ke empat ialah As-Syafi’i
(150-204H/767-820M). Menurut syafi’i qiyas merupakan suatu metode berfikir yang
di gunakan untuk mencari dalil dengan contoh serupa yang terdapat dalam kitab
As-sunnah.
2.
Faedah Hukum Fiqh
Faedah ilmun fiqh (yang di takrifkan
menurut takrif ahli ushul) amat besar. Diantaranya, mengetahui mana yang di
suruh mana yang di larang, mana yang haram, mana yang halal, mana yang sah,
mana yang batal dan mana yang fasid
3.
Masalah-masalah Fiqh
Masalah- masalah fiqh menurut ahli
ushul ialah ketetapan-ketetapan dan keterangan-keterangan fiqh, seperti; niat
itu wajib, wudhu itu syarat syah sembahyang dan waktu sebab wajib sembahyang.
Fiqh islam membahas tentang
masalah-masalah agama, amalan- amalan ibadah dan muamalat dengan segala macam
jenis, aturan dan perinciannya yang bersumber pada kaidah - kaidah fiqh itu.
Karenanya para ahli fiqh pada saat yang sama merupakan ulama dan ahli hukum.
Mereka disebut ulama karena bidang studi mereka mencakup segala macam bidang
ilmu pengetahuan di masa lampau. Karena itulah, fiqh islam memegang peranan
penting dan begitu besar dalam sejarah pemikiran islam dan juga dalam segala
macam aspek kehidupan setiap muslim.
4.
Perbandingan Fiqh Terhadap Ilmu-ilmu yang Lain
Perbandingan fiqh terhadap urusan
amalnya adalah seperti perbandingan tauhid dan tasawuf untuk kebaikan batin,
yakni: kedudukan ilmu ini terhadaf urusan-urusan batin. Tauhid untuk kebaikan
i’tikad, tasawuf untuk kebaikan rohani, sedangkan fiqh untuk kebaikan amal anggota.
5.
Fiqh dalam berbagai madzhab
Fiqh dalam pengertian bahasa, ialah
paham atau mengerti. Adapun dalam istilah, berarti ilmu hukum atau syari’at,
dan orang yang ahli dalam ilmu ini disebut faqih.
Dikatakan bahwa fiqh itu ilmu atau
pengetahuan. Betul bahwa ulama-ulama fiqh atau fuqaha kadang-kadang menggunakan
ilmu-ilmu itu dengan makna paham atau mengetahui. Akan tetapi mereka meragukan,
mereka mempelajari fiqh, ilmu ini mempunyai masalah sendiri dan kaidah-kaidah
tertentu pula.
Dalam zaman Adz-Dzahabi dalam daulah
abbasiyah perkembanagn negara dalam segala bidang mengalami kemajuan yang
sangat pesat, tidak terkecuali ilmu hukum islam atau ilmu fiqh. Sehingga
timbullah macam-macam madzhab. Akan tetapi, kemudian sebagian madzhab-madzhab
itu hilang denagn sendirinya karena kehilngan pengikut-pengikutnya, sehingga
tinggallah madzhab empat.
B.
BERMADZHAB DALAM HUKUM ISLAM
1.
Pengertian Madzhab
Dari sudut
pengertian bahasa “mazhab” itu berarti pendirian (al-mu’taqqad) atau system
(al-thariqat), sumber, atau pendapat yang kuat (al-ashl).
Dapat juga
diartikan “mazhab” itu : ia telah berjalan. “ia telah berlalu”, ia telah
pergi”. Tetapi pada umumnya bahasa arab terpakai dengan arti “berjalan” atau
“pergi”. Maka kata mazhab itu biasa diartikan dengan “jalan atau tempat yang
dilalui”.
pengertian
mazhab menurut istilah ulama ahli fikh, ialah: mengikuti sesuatu yang
dipercayai. Misalnya :
فُلاَنٌ تَمَذْهَبَ بِفُلاَنٍ
“Si fulan
mengikuti dengan mazhabnya fulan”
Dengan ini
dapat diartikan dasar pendirian yang diturut, karena telah penuh percaya.
Misalnya seperti apa yang pernah dikatakan oleh imam Asy-Syafi’I kepada Imam
Ahmad bin Hambal:
إِذَاصَحَّ عِنْدَ كُمُ الْحَدِىْثُ فَقُوْلُوْاِلَى كَىْ
اَذْهَبَ اِلَىْهِ
“Apabila
telah sahih hadist pada sisi kamu, maka kamu kataknlah kepada ku, agar aku
dapat menuju (mengikut) kepadanya”.
Dari
uraian tersebut diatas, mazhab menurut pengertian pertama adalah hasil ijtihad
seseorang Imam tentang hukum sesuatu masalah agama, adalah identik dengan fiqh,
atau hasil ijtihad mengenai suatu hukum.
Maka
dengan demikian mazhab hanya terdapat dalam masalah-masalah yang “zanniyah”
atau “ijtihaddiyah”. Karena itu tidak benar kalau dikatakan bahwa hukum shalat
lima waktu adalah wajib menurut mazhab syafi’i. Sebab hukum wajibnya shalat itu
adalah wajib yang status sumbernya bersifat qath’iyah (ma’lum min al-din bi
al-darurat).
2. Sejarah Munculnya Madzhab
Asal mula
mazhab fiqih sudah ada sejak zaman shahabat, seperti mazhab ‘aisyah, mazhab
abdullah ibn umar, mazhab abdulah ibn mas’ud dan lain sebagainya. Kemudian pada
masa tabi’in ada sekitar tujuh fuqoha' diantaranya Sa’id ibn Musayyib, ‘Urwah
ibn Zubair, dan Qosim ibn muhammad. Baru pada masa tabi’it-tabi’in yang dimulai
pada awal abad kedua Hijriyah, kedudukan ijtihad sebagai istinbath hukum
semakin bertambah kokoh dan meluas, sesudah masa itu munculah mazhab-mazhab
dalam bidang hukum Islam, baik dari golongan Ahl al-Hadits, maupun dari
golongan Ahl al-Ra’yi.
Dari
kalangan Jumhur pada masa ini muncul tiga belas mujtahid. Akan tetapi dari
jumlah itu, ada sembilan imam mazhab yang paling populer dan melembaga di
kalangan jumhur umat Islam dan pengikutnya. Pada periode inilah kelembagaan
fiqih, berikut pembukuannya mulai dimodifikasikan secara baik, sehingga
memungknkan semakin berkembang pesat para pengikutnya yang semakin banyak dan
kokoh. Mereka yang dikenal sebagai peletak ushul dan manhaj (metode) fiqh
adalah :
a. Imam Abu Said al-Hasan
b. Imam Abu Hanifah Al-Nu’man bin
Tsabit bin Zauthy (Wafat150H)
c. Imam Auza’iy Abu Amr Abd Rahman
bin ‘Amr bin Muhammad, (wafat:157H)
d. Imam sufyan bin Sa’id bin Masruq
al-Tsaury (Wafat 160 H)
e. Imam al-Laits bin Sa’ad (Wafat
175 H)
f. Imam Malikbin Anas al-Ashbahy
(Wafat 179 H)
g. Imam Sufyan bin Uyainah (Wafat
198 H)
h. Imam Muhammad bin Idris
al-Syafi’I (Wafat 204 H).
i. Imam Ahmad bin Hanbal (Wafat 241
H)
Selain
itu, masih banyak lagi madzhab lainnya yang dibina oleh para imam madzhab,
seperti Imam Daud bin Ali al-Ashbahany al Bagdadi (wafat 270 H). terkenal
sebagai madzhab zahiri, yang mengambil nisbad kepada redaksional al-Qur’an dan
sunnah juga seperti Ishaq bin Rahawai (Wafat 238H). dan madzhab lain yang tidak
masyhur dan tidak banyak pengikutnya, atau kurang dikenal sebagaimana lazimnya
para pengikut madzhab-madzhab masyhur yang sering tampak sebagai muqallidin.
Munculnya
madzhab-madzhab tersebut, menunjukkan betapa majunya perkembangan hukum Islam
pada masa itu. Hal itu terutama di sebabkan adanya tiga factor yang sangat
menentukan bagi perkembangan hukum Islam sesudah wafatnya Rosulullah SAW.
yaitu:
a). Semakin luasnya daerah kekuasaan
Islam, mencakup wilayah-wilayah di semenanjung Arab, Iraq, Mesir, Syam, Persi,
dan lain-lain.
b). Pergaulan kaum Muslimin dengan
bangsa yang ditaklukannya. Mereka terpengaruh oleh budaya, adat istiadat serta
tradisi bangsa tersebut.
c). Akibat jauhnya Negara-negara
yang ditaklukannya itu dengan ibukota khilafah (pemerintahan) islam, membuat
para gubernur, para hakim, dan para ulama harus melakukan ijtihad guna
memberikan jawaban terhadap problem dan masalah-masalah baru yang dihadapi.
Perkebangan-perkembangn
madzhab itu tidaklah sama. Ada yang mendapat sambutan dan memiliki pengikut
yang mengembangkan serta meneruskannya, namun adakalanya madzhab kalah
pengaruhnya oleh madzhab-madzhab lain yang datang kemudian, sehingga
pengikutnya menjadi surut. Mereka hanya disebut saja pendapatnya disela-sela
lembaran kitab-kitab para imam madzhab, bahkan ada yang hilang sama sekali.
Madzhab yang dapat bertahan dan yang berkembang terus sampai sekarang serta
banyak diikuti oleh umat Islam di dunia, hanya empatlah yaitu:
a. Madzhab Hanafi, pendirinya Imam
Abu Hanifah
b. Madzhab Maliki, pendirinya Imam
Malik
c. Madzhab Syafi’i, pendirinya Imam
Syafi’i
d. Madzhab Hanbali, pendirinya Imam
Ahmad bin Hanbal
Perkembangan
keempat madzhab ini sangat ditentukan sekali oleh beberapa factor yang
merupakan keistimewaan itu bagi keempat madzhab tersebut. Factor-faktor itu
menurut Khudori bek, adalah:
1. Pendapat-pendapat mereka
dikumpulkan dan di bukukan hal ini tidak terjadi pada ulama salaf.
2. Adanya murid-murid yang berusaha
menyebar luaskan pendapat mereka, memepertahankan dan membelanya. Mereka dalam
organisasi sosial dan pemerintah mempunyai kedudukan yang menjadikan pendapat
itu berharga.
3. Adanya kecenderungan jumhur ulama
yang menyarankan agar keputusan yang diputuskan oleh hakim harus berasal dari
suatu madzhab, sehingga dalam berpendapat, tidak ada dugaan yang negativ.
Karena mengikuti hawa nafsu dalam mengadili. Hal ini hanya tidak akan dapat
terjadi bila tidak terdapat madzhab yang pendapat-pendapatnya dibukukan.
Madzhab-madzhab tersebut tersebar
keseluruh pelosok negara yang berpeduduk muslim. Dengan tersebarnya
madzhab-madzhab tersebut berarti tersebar pula syari’at islam kepelosok dunia
yang dapat mempermudah umat islam untuk melaksanakannya.
Disamping berdampak positive muncul
dan perkembangannya madzhab itu juga menimbulkan dampak negative. Setelah
munculnya madzhab-madzhab dalam hukum Islam dan hasil ijtihad para imam madzhab
telah banyak yang dibukukan, ulama sesudahnya lebih cenderung untuk mencari dan
menetapkan produk-produk ijtihadiah para mujtahid sebelumnya, meskipun mungkin
sebagian dari hasil ijtihad mereka sudah kurang atau tidak sesuai lagi dengan
kondisi yang dihadapi ketika itu. Lebih dari itu, sikap toleransi bermadzhabpun
semakin menipis dikalangan sesama pengikut-pengikut madzhab fiqih yang ada.
Bahkan seringkali timbul persaingan dan permusuhan sebagai akibat dari fanatisme
madzhab yang berlebihan. Kemudian berkembang pandangan bahwa mujtahid hanya
boleh melakukan penafsiran kembali terhadap hokum-hukum fiqih dalam batas-batas
yang telah ditetukan oleh imam madzhab yang dianutnya. Hal ini mengakibatkan
kemunduran fiqih islam.
Kemunduran
fiqih islam yang berlangsung sejak pertengahan abad keempat sampai akhir abad
13 H ini sering disebut sebagai “periode taqlid” dan “penutupan pintu
ijtihad”.disebut demikian, karena sikap dan paham yang mengikuti pendapat para
ulama mujtahid sebelumnya dianggap sebagai tindakan yang lumrah, bahkan
dipandang tepat .
Berbagai
cara ijtihad para mujtahidin, berbagai-bagai keadaan mereka, maka sudah pasti
berbagai-bagai pula hasil dari ijtihad masing-masing mereka, karena
berbeda-beda tempat dan masa hidupnya masing-masing mujtahidin. Perbedaan jalan
berfikir dan caranya, karena lengkap atau kurang lengkapnya nash (dalil-dalil
dari Kitab dan Sunnah) yang diketahui oleh masing-masing mujtahid. Kita sudah
terangkan berbagai contoh sebab-sebab perselisihan atau perlainan pendapat para
sahabat dan tabi'in. Dan sebab-sebab yang demikian pulalah yang menyebabkan
ikhtilaf (perbedaan pendapat) para ulama' yang datang kemudian. Apalagi karena
masing-masing Imam yang datang kemudian harus dapat menetapkan mana-mana dari
hukum-hukum itu yang boleh dianggap sebagai rukun atau syarat, menjadi wajib
atau fardu, mana yang boleh dianggap sebagai sunnat atau mubah, atau hanya
sebagai adab semata. Bahkan harus mereka bahas lebih mendalam lagi: Mereka
harus membahas dilalah (arti atau tujuan) dari setiap lafadz (kata), kapan
lafad itu menunjukkan rukun, kapan ia menunjukkan sebagai syarat. Membawa
haramkah, atau makruh atau halal. Mana di antara lafadz-lafadz itu yang
menunjukkan hukum yang umum dan mana pula yang khusus. Mana yang mutlak (merata
mengenai segala perkara) dan mana pula yang muqayyad (tertentu buat satu atau
dua perkara saja). Kapankah satu "At-Tanbiih" (peringatan) berlaku
dari bawah, atau kebalikannya. Tiap-tiap cara yang digunakan dan dituruti oleh
masing-masing Imam atau Ulama' dalam menetapkan paham atau hukum inilah yang
dinamakan kemudian "MADZHAB" .
3. Macam–macam Madzhab dalam Fiqh
Dalam Al-Qur’an dan sunnah tidak
akan kita dapati perkataan madzhab. Dengan demikian dapat diketahui, bahwa di
masa Nabi Muhammad Saw. Perkataan madzhab itu belum di dengar oleh para sahabat
Nabi. Dalam hukum islam, madzhab dapat dikelompokkan kepada:
a). Ahli sunnah wal jama’ah
1. Ahli al-Ra’yi madzhab ini lebih
banyak menggunakan akal (nalar) dalam berijtihad, seperti imam Abu Hanifah.
Beliau adalah seorang imam yang rasional yang mendasarkan ajaran dari al-
Qur’andan sunnah, ijma’, qiyas serta istihsan.
2. Ahl al Hadist madhab ini lebih
banyak menggunakan hadist dalam berijtihad dari pada menggunakan akal, yang penting
hadis yang digunakana itu shohih. Yang termasuk dalam madzhab ini adalah:
a. Madzhab Maliki
Madzhab ini dibina oleh Imam Malik
bin Anas. Ia tercenderung kepada ucapan dan perbuatan Nabi SAW. Madzhab ini
berkembang di Afrika Utara, Mesir, Sudan, Qathar, dan Bahrain.
b. Madzhab Syafi'i
Madzhab ini mengikuti Imam Syafi'i.
Beliau adalah murid Imam Malik yang pandai. Beliau membina madzhabnya antara
ahli Al-Ra'yi dan ahli al-Hdist (moderat), meskipun dasar pemikrannya lebih
dekat kepada metode ahlu al-Hadist. Madzhab Syafi'i berkembang di Mesir, Siria,
Pakistan, Saudi Arabia, India Selatan, Muangtai, Filipina, Malaisya dan
Indonesia.
c. Madzhab Zahiri
Madzhab yang mengikuti Imam Dawud
bin Ali. Madzhab ini lebih cenderung kpada zahir Nas dan berkembang di Spanyol
pada abad V H. Oleh Ibn Hazm (Wafat 456 H-1085 M). Sejak itu madzhab ini
berangsur-angsur lenyap hingga sekarang.
b). Syiah
Pada mulanya syiah ini adalah
madzhab politik yang beranggapan bahwa yang berhak menjadi kholifah adalah
sayyidina Ali ra. Dan keluarganya setelah Nabi SAW Wafat. Madzhab ini kemudian
pecah menjadi beberapa golongan, yang terkenal sampai sekarang, antara lain:
1. Syiah Zaidiah
Syiah zaidiah adalah pengikut Ziad
bin Ali Zain al-Abidin. Syiah zaidiah berpendapat, bahwa Imam tidaklah
ditentukan Nabi orangnya tetapi hanya sifat-sifatnya. Tegasnya Nbi tidak
mengetakan bahwa Ali adlah yang akan menjadi Imam sesudah beiau wafat, tetapi
Nabi hanya menyebut sifat-sifat imam yang akan menggantikan beliau. Ali di
angkat menjadi imam, karena sifat-sifat itu terdapat dalam dirinya. Di antara
sifat-sifat yang dimaqsud adalah: takwa, alim, murah hari dan; kemudian bagi
imam setelah Ali ditambahkan sifatnya sebagai keturunan Fatimah. Sifat-sifat
tersebut adalah sifat bagi imam terbaik yang disebut Imam Afdhol. Tetapi, ada
juga pemuka yang tidak mencapai sifat terbaik, boelh menjadi imam, dia di sebut
imam mafdhul. Karena itu, syiah zaidiah mengekui kekholifahan Abu Bakar, Umar
dan Usman. Mereka di akui sebagai Imam Mafdhul, bukan sebagai imam afdhol.
2. Syiah Imamiyah
Madzhab syiah Imamiyah disebut juga
dengan madzhab syiah Itsna Asy'ariyah (syiah dua belas), karena mereka
mempunyai dua belas orang imam nyata. Syiah imamiyah menjadi paham resmi di
Iran sejak permulaan abad ke 16 yaitu setelah paham itu dibawa kesana oleh
Syiah Ismailiyah. Madzhab syiah ini masih berkembang sampai sekarang, terutama
d Iran, Iraq, Turki, Siria, dan Afganistan.
c). Madzhab-madzhab yang telah
musnah
Sebagian dari madzhab-madzhab para
fuqaha, ada yang memiliki pengikut-pengikut yang menjalankanya, namu pada suatu
waktu mereka kalah pengaruh dari madzhab-madzhab lain yang datang kemudian,
sehingga pengikut-pengikutnya menjadi surut. Imam-imam yang pernah terkenal
dari madzhab-madzhab tersebut yang kurang atau tidak berkembang lagi adalah:
1. Abu Amr Abd. Rahman bin Muhammad
al Auza'iy.
2. Abu Sulaiman Daud bin Ali bin
Khalaf al Ash Bahani.
3. Madzhab Al-Thabary.
4. Madzhab al Laits
4. Haruskah Kita Bermadzhab
Terhadap adanya madzhab dalam fiqh
umat islam terbagi menjadi dua golongan yaitu :
a. Umat Islam tidak perlu bermadzhab
Usaha-usaha umat islam dalam
melepaskan diri dari ikatan madzhab ini sudah lama di rintis oleh tokoh-tokoh
ulama-ulama yang anti madzhab, seperti Ibnu Taimiyah, Ibnu Hazm, Ibnul Qoyyim
dan ulama-ulama lain yang seangkatan dengan beliau. Kemudian semakin populer
setelah di kumandangkan oleh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab di Nejed (saudi
arabia), Muhammad abduh dan Rasyid Ridha di mesir dan Sayyid Jamaluddin Al-
Afgani dari Afganistan.
Syekh Muhammad Abduh berpendapat
bahwa kemunduran umat islam berabad-abad sehingga menjadi bangsa terjajah
adalah karena mereka telah kehilangan kebebasan berfikir dalam menghayati
kemurnian ajaran Islam.
Menurut Syekh Muhammad abduh umat
islam haram bermadzhab tidak boleh bertaklid kepada imam-imam madzhab dan harus
berani berijtihad, karena ijtihad itu adalah urusan yang mudah dan tidak
seberat seperti yang di gambarkan oleh para ulama-ulama sebelumnya. Dengan kebebasan
berfikir umat islam akan maju dan sanggup menghadapi tantangan dunia modern
sebagaiman halnya orang-orang barat.
b. Umat Islam wajib bermadzhab
Kondisi umat di seluruh dunia juga
di indonesia dalam penguasaan ilmu-ilmu keislaman sangat berfariasi, baik
dilihat dari segi kadar kemampuannya maupun dari subyeknya. Secara global dapat
di gambarkan agama islam di anut oleh tiga setrata sosial :
1) Golongan yang berpendidikan
rendah
2) Golongan yang berpendidikan
menengah
3) Golongan yang berpendidikan tinggi
Umat islam yang dapat menduduki
sebagai pemikir atau intelek masih sedikit jumlahnya dibanding dengan golongan
pertama dan kedua. Dengan demikian maka umat islam wajib mengikuti
mazhab-mazhab dengan alasan:
1) Nash al-Qur’an
2) Dari segi ijma’
3) Dari segi rasio.
5. Taqlid Kepada Selain Madzhab
Empat
Mazhab-mazhab fiqih Islam tidak
hanya terbatas pada empat mazhab sebagaimana dugaan orang selama ini. Tetapi
juga imam-imam lain yang hidup sezaman dengan mereka (keempat imam tadi) yang
peringkat ilmu dan ijtihadnya sama seperti mereka, bahkan mungkin jauh lebih
pandai dan lebih mengerti daripada mereka.
Imam al-Laits bin Sa’ad adalah imam
yang hidup sezaman dengan Imam Malik. Imam Syafi’i pernah berkata mengenai Imam
al-Laits ini, katanya, “Kalau saja tidak takut sahabat-sahabat Imam Malik
tersinggung sehingga bertindak kasar kepada al-Laits, dapat dikatakan bahwa
al-Laits itu lebih pandai daripada Imam Malik.”
Di Irak terdapat Sufyan ats-Tsauri
yang tidak kalah martabatnya dalam bidang fiqih daripada Imam Abu Hanifah.
Dalam hal ini Imam al-Ghazali memasukkan ats-Tsauri sebagai salah seorang imam
yang lima dalam bidang fiqih. Lebih-lebih tentang keimaman beliau mengenai ilmu
As-Sunnah, sehingga beliau digelari “Amirul Mu’minin fil-Hadits” (Amirul
Mu’minin dalam bidang hadits).
Al-Auza’i adalah Imam negeri Syam
yang tidak ada tandingannya. Mazhabnya telah diamalkan di sana lebih dan dua
ratus tahun.
Di negeri tersebut ada juga
Ahlul-Bait seperti Imam Zaid bin Ali, dan saudaranya Imam Abu Ja’far Muhammad
bin Alii al-Baqir, serta putranya Imam Abu Ja’far ash-Shadiq. Masing-masing
mereka adalah mujtahid mutlak, yang diakui keimamannya oleh semua kalangan
Ahlus-Sunnah.
Selain itu, ada pula Imam
ath-Thabari. Beliau seorang mujtahid mutlak dan imam fiqih, sebagai imam dalam
bidang tafsir, hadits, dan tarikh. Mazhab beliau juga mempunyai pengikut,
meskipun kemudian musnah.
Sebelum Mazhab Empat muncul, juga
sudah terdapat imam-imam dan ustadz-ustadz bagi imam-imam mazhab itu, bahkan
bagi syekh-syekh mereka dan syekhnya syekh mereka, yang dapat dihitung dengan
Jari. Mereka merupakan lautan ilmu dan pelita petunjuk. Sebelum mereka (fuqaha
zaman tabi’in), juga ada fuqaha-fuqaha sahabat yang merupakan alumni “madrasah
nubuwwah” (kenabian). Mereka adalah orang-orang yang menyaksikan sebab-sebab
turunnya Al-Qur’an dan sebab-sebab datangnya suatu hadits. Mereka paling jernih
pemahamannya terhadap agama, dan paling mengerti maksud Al-Qur’an, serta paling
tahu dilalah (petunjuk) bahasa dan lafalnya. Siapakah yang tidak tahu kefaqihan
Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Ubai bin
Ka’ab, Zaid bin Tsabit, Mu’adz bin Jabal, dan Aisyah.
Seorang muqallid yang bertaklid
kepada sebagian mujtahid dalam satu perkara dari berbagai perkara yang ada, dan
bertindak sesuai dengan pendapat mujtahid dalam perkara tersebut, maka ia tidak
boleh meninggalkan mujtahid itu dalam hukum tersebut. Ia boleh bertaklid kepada
mujtahid lainnya dalam perkara-perkara yang lain sebagaimana ketetapan dari
ijma’ shahabat. Dalam hal ini, seorang muqallid dibolehkan meminta fatwa kepada
orang alim dalam masalah tertentu. Adapun jika seorang muqallid menentukan satu
mazhab, misalnya Mazhab Syafi’i dan berkata “Saya bermazhab kepadanya dan
terikat kepadanya”, maka dalam hal ini ada keterangan lain. Yaitu, bila setiap
persoalan yang diambil dari mazhab yang diikutinya berkaitan dengan apa yang ia
lakukan, maka secara mutlak ia tidak diperkenankan bertaklid kepada selain
mazhab yang telah dipilihnya dalam perkara tersebut. Lain halnya jika amal
perbuatannya itu tidak tergantung kepada perkara yang telah ditentukan oleh
mazhab yang dianutnya. Dalam masalah ini, maka tidak ada larangan baginya untuk
mengikuti mazhab lain.
IV. KESIMPULAN
1. Sumber-sumber hukum fiqh
diantaranya adalah alQuran, as Sunnah, Ijma’ dan Qiyas
2. Faedah Ilmu fiqh yaitu mengetahui
mana yang di perintahkan dan mana yang dilarang oleh syariat
3. Masalah-masalah fiqh adalah
membahas tentang masalah-masalah agama dan amalan ibadah dan muamalat dengan
berbagai macam jenis, aturan dan perinciannya yang bersumber pada kaidah-kaidah
fiqh itu.
4. Perbandingan fiqh terhadap ilmu
yang lain adalah adalah terdapat pada urusan batin diantaranya, tauhid untuk
i’tikad, tasawuf untuk kebaikan rohani sedangkan fiqh untuk kebaikan amal
anggota.
5. Fiqh berbagai pendapat madzhab
yaitu bahwa fiqh itu ilmu atau pengetahuan. Betul bahwa ulama-ulama fiqh atau
fuqaha kadang-kadang menggunakan ilmu-ilmu itu dengan makna paham atau
mengetahui. Akan tetapi mereka meragukan, mereka mempelajari fiqh, ilmu ini
mempunyai masalah sendiri dan kaidah-kaidah tertentu pula. Dan karena fiqh
bersifat terbuka.
6. Pengertian madzhab secara bahasa
berarti pendirian dan secara istilah mengikuti sesuatu yang di capai.
7. Sejarah munculnya madzhab yaitu
berawal dari massa Rasulullah, pada massa umat islam pada abad keempat.
8. Macam-macam madzhab, dapat
dikelompokkan menjadi:
a) Ahli sunnah wal jama’ah
1. Ahli al-Ra’yi seperti imam Abu
Hanifah
2. Ahl al Hadist seperti imam Malik
bin Anas, imam Syafi’i, imam Dawud bin Ali
b) Syiah, diantaranya Syiah Zaidiah
dan Imamiyah
c) Madzhab-madzhab yang telah
musnah, diantaranya Abu Amr Abd. Rahman bin Muhammad al Auza'iy, Abu Sulaiman
Daud bin Ali bin Khalaf al Ash Bahani, Madzhab Al-Thabary, dan Madzhab al
Laits.
9. Hukum bertaklid pada madzhab yang
dianut, ada yang membolehkan dan ada juga yang mengkharamkan. Keduanya itupun
mempunyai dasar-dasar ataupun alasan yang kuat.
10. Apabila setiap persoalan yang
diambil dari mazhab yang diikutinya berkaitan dengan apa yang ia lakukan, maka
secara mutlak ia tidak diperkenankan bertaklid kepada selain mazhab yang telah
dipilihnya dalam perkara tersebut. Lain halnya jika amal perbuatannya itu tidak
tergantung kepada perkara yang telah ditentukan oleh mazhab yang dianutnya.
Dalam masalah ini, maka tidak ada larangan baginya untuk mengikuti mazhab lain.
V. PENUTUP
Demikian makalah ini kami susun,
kami menyadari tentunya dalam penyusunan makalah ini masih banyak kesalahan dan
kekurangan, dan masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu kritik dan saran yang
membangun sangat kami harapkan. Semoga dalam kekurangan ini terdapat pelajaran
yang bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR PUSTAKA
Ash Shiddiqy, Teungku M hasbi,
Pengantar Hukum Islam, Semarang; PT Pustaka Rizki Putra, 2001
A.Sirry, Mun’im, Sejarah Fiqh Islam,
Surabaya: Risalah gusti, 1995
Bisry, Cik Hasan, Model Penelitian
Fiqh, Bogor: kencana, 2003, jilid I
Mahmassani, Sobbi, Filsafat Dalam
Hukum Islam, Bandung; PT Alma’arif ,1976
Said Ramadhan al- Buthi, dkk, Bebas
Madzhab Membahayakan Islam, Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1985
Yusuf ,M.Hamdani, Perbandingan
Mazhab,semarang:PT.Cipta Jati Aksara,1994
Yanggo, Huzaemah Tahido, Pengantar
Perbandingan Madzhab, Ciputat, 1997
0 komentar:
Posting Komentar