Amalan
di Hari Jum’at
Jum’at
disebut demikian karena hari tersebut adalah hari berkumpulnya kaum muslimin.
Hari Jum’at termasuk hari ‘ied kaum muslimin setiap pekannya. Dari Aus bin
‘Aus, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya di
antara hari kalian yang paling utama adalah hari Jum’at. Di hari itu, Adam
diciptakan; di hari itu, Adam meninggal; di hari itu, tiupan sangkakala pertama
dilaksanakan; di hari itu pula, tiupan kedua dilakukan.” (HR. Abu Daud, An
Nasai, Ibnu Majah dan Ahmad, shahih)
A.
Beberapa Amalan di Hari
Jum’at
Di antara amalan di hari Jum’at
adalah sebagai berikut:
1. Terlarang mengkhususkan malam Jum’at dengan shalat dan siang
harinya dengan berpuasa.
Dari Abu
Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah
mengkhususkan malam Jum’at dengan shalat tertentu dan janganlah mengkhususkan
hari Jum’at dengan berpuasa kecuali jika bertepatan dengan puasa yang mesti
dikerjakan ketika itu.” (HR. Muslim)
Imam Nawawi
rahimahullah berkata, “Dalam hadits ini menunjukkan dalil yang tegas dari
pendapat mayoritas ulama Syafi’iyah dan yang sependapat dengan mereka mengenai
dimakruhkannya mengerjakan puasa secara bersendirian pada hari Jum’at. Hal ini
dikecualikan jika puasa tersebut adalah puasa yang bertepatan dengan
kebiasaannya, atau ia berpuasa pada hari sebelum atau sesudahnya, atau
bertepatan dengan puasa nadzarnya seperti ia bernadzar meminta kesembuhan dari
penyakitnya.” (Syarh Shahih Muslim, 8/19)
2. Ketika shalat Shubuh di hari Jum’at dianjurkan membaca Surat As
Sajdah dan Surat Al Insan.
Dari Abu
Hurairah, beliau berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca
pada shalat Shubuh di hari Jum’at “Alam Tanzil …” (surat As Sajdah) pada
raka’at pertama dan “Hal ataa ‘alal insaani hiinum minad dahri lam yakun
syai-am madzkuro” (surat Al Insan) pada raka’at kedua.” (HR. Muslim)
3. Memperbanyak shalawat kepada Nabi di hari Jum’at.
Dari Abu
Umamah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Perbanyaklah
shalawat kepadaku pada setiap Jum’at. Karena shalawat umatku akan diperlihatkan
padaku pada setiap Jum’at. Barangsiapa yang banyak bershalawat kepadaku, dialah
yang paling dekat denganku pada hari kiamat nanti.” (HR. Baihaqi dalam Sunan Al
Kubro, hasan lighoirihi).
4. Dianjurkan membaca Surat Al Kahfi di malam atau siang hari
Jum’at.
Dari Abu
Sa’id Al Khudri, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa
membaca surat Al Kahfi pada hari Jum’at, maka ia akan disinari oleh cahaya di
antara dua jum’at” (HR. Hakim, shahih). Dalam lafazh lainnya disebutkan,
“Barangsiapa membaca surat Al Kahfi pada malam Jum’at, maka ia akan mendapat
cahaya antara dirinya dan rumah yang mulia (Ka’bah).” (HR. Ad Darimi, shahih
mauquf)
5. Memperbanyak do’a di hari Jum’at.
Dari Abu
Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan tentang hari
Jum’at, lantas beliau bersabda, “Di hari Jum’at terdapat suatu waktu yang
tidaklah seorang hamba muslim yang ia berdiri melaksanakan shalat lantas ia
memanjatkan suatu do’a pada Allah bertepatan dengan waktu tersebut melainkan
Allah akan memberi apa yang ia minta.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ada hadits
yang menyebutkan tentang kapan waktu mustajab di hari Jum’at yang dimaksud.
Hadits tersebut adalah dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, dari
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Waktu siang di hari
Jum’at ada 12 (jam). Jika seorang muslim memohon pada Allah ‘Azza wa Jalla
sesuatu (di suatu waktu di hari Jum’at) pasti Allah ‘Azza wa Jalla akan
mengabulkannya. Carilah waktu tersebut yaitu di waktu-waktu akhir setelah
‘Ashar.” (HR. Abu Daud). Kata Syaikh Musthofa, “Walaupun sanadnya shahih, namun
hadits tersebut memiliki ‘illah (cacat).”
Syaikh
Musthofa Al ‘Adawi hafizhohullah berkata, “Sudah sepantasnya seorang muslim
berusaha untuk memperbanyak do’a di hari Jum’at di waktu-waktu yang ada secara
umum.” (Lihat Fiqh Ad Du’a, hal. 46-48).
6. Mandi Jum’at
Mandi
jum’at ini menurut jumhur (mayoritas) ulama, hukumnya adalah sunnah (bukan
wajib). Di antara alasannya adalah dalil, “Barangsiapa berwudhu di hari Jum’at,
maka itu baik. Namun barangsiapa mandi ketika itu, maka itu lebih afdhol.” (HR.
An Nasai, At Tirmidzi dan Ibnu Majah, shahih).
Al Bahuti
Al Hambali mengatakan, “Awal mandi Jum’at adalah ketika terbit fajar dan tidak
boleh sebelumnya. Namun yang paling afdhol adalah ketika hendak berangkat
shalat Jum’at. Inilah yang lebih mendekati maksud.” Imam Nawawi menyebutkan,
“Jika seseorang mandi setelah terbit fajar (Shubuh), mandi Jum’atnya sah
menurut ulama Syafi’iyah dan mayoritas ulama.”
Di antara
keutamaan mandi jum’at disebutkan dalam hadits, “Barang siapa berwudhu’
kemudian menyempurnakan wudhu’nya lalu mendatangi shalat Jum’at, lalu dia
mendekat, mendengarkan serta berdiam diri (untuk menyimak khutbah), maka akan
diampuni dosa-dosanya di antara hari itu sampai Jum’at (berikutnya) dan
ditambah tiga hari setelah itu. Barang siapa yang bermain kerikil, maka ia
telah melakukan perbuatan sia-sia.”(HR. Muslim)
B.
Adakah Shalat Sunnah
Qobliyah Jum’at?
Jika kita
melihat hadits, begitu pula atsar sahabat disebutkan mengenai adanya empat
raka’at shalat sunnah atau selain itu. Namun hal ini bukan menunjukkan bahwa
raka’at-raka’at termasuk termasuk shalat sunnah rawatib sebelum Jum’at
sebagaimana halnya dalam shalat Zhuhur. Dalil-dalil itu hanya menunjukkan
adanya shalat sunnah sebelum Jum’at, namun bukan shalat sunnah rawatib, tetapi
shalat sunnah mutlak. Artinya, kita melakukan shalat sunnah dengan dua raka’at
salam tanpa dibatasi, boleh dilakukan berulang kali hingga imam naik mimbar.
Dari Salmaan
Al Faarisi, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Tidaklah seseorang mandi pada hari Jum’at, lalu ia bersuci semampu dia, lalu
ia memakai minyak atau ia memakai wewangian di rumahnya lalu ia berangkat ke
masjid, lantas ia tidak memisahkan di antara dua orang (di masjid), kemudian ia
melaksanakan shalat sebanyak yang bisa dia lakukan, lalu ia diam ketika imam
berkhutbah, melainkan akan diampuni dosa yang diperbuat antara Jum’at yang satu
dan Jum’at yang lainnya.” (HR. Bukhari). Ibnu Hajar Al Asqolani berkata,
“Adapun shalat sunnah rawatib sebelum Jum’at, maka tidak ada hadits shahih yang
mendukungnya.” (Fathul Bari, 2/426)
C.
Shalat Sunnah Ba’diyah
Jum’at
Dalam hadits
riwayat Muslim disebutkan, “Jika Ibnu ‘Umar melaksanakan shalat Jum’at,
setelahnya ia melaksanakan shalat dua raka’at di rumahnya. Lalu ia berkata
bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa melakukan seperti itu.”
Dari Abu
Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika salah
seorang di antara kalian shalat Jum’at, maka lakukanlah shalat setelahnya empat
raka’at.” (HR. Muslim)
Kedua hadits
tersebut menunjukkan bahwa boleh mengerjakan dua atau empat raka’at. Namun
empat raka’at lebih afdhol karena tegas dari sabda Rasul. Dan sebaik-baik
shalat sunnah adalah di rumah, baik dua atau empat raka’at yang dilakukan.
(Lihat Bughyatul Mutathowwi’, Syaikh Muhammad bin ‘Umar Bazmul, hal. 99)
Semoga
Allah memudahkan kita untuk beramal sholih. Wallahul muwaffiq.
0 komentar:
Posting Komentar